Jumat, 13 Maret 2015

MUTAWATIR

A.    PENGERTIAN HADITS MUTAWATIR
Mutawatir (Arab: متواتر, mutawātir) ialah kata serapan Bahasa Arab yang bermaksud "diturunkan daripada seorang ke seorang". Hadits Mutawatir, yaitu hadits yang memiliki banyak sanad dan mustahil perawinya berdusta atas Nabi Muhammad SAW, sebab hadits itu diriwayatkan oleh banyak orang dan disampaikan kepada banyak orang. Contohnya, "Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka. " (H.R Bukhari, Muslim, Ad Darimi, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmizi, Abu Ha'nifah, Tabrani, dan Hakim).
Adapun hadis mutawatir menurut istilah ulama hadits adalah
حُوَ خَبْرٌ عَنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَدٌ جَمٌّ يُجِبُ فيِ العَادَةِ اِحَالَةُ اِجْتِمَاعِهِمْ و تَوَاطُئِحِمْ عَلى الْكَذِبِ
Khabar yang di dasarkan pada pancaindra yang di kabarkan oleh sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepekat untuk mengkabarkan berita itu dengan dusta.
Ada juga yang mengartikan hadis mutawatir sebagai berikut:
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya berurutan. Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah “apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad”, atau “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti pendengarannya dan semacamnya”.

B.    PEMBAGIAN HADITS MUTAWATIR
Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi menjadi tiga, yakni Hadis Mutawatir Lafzi, Ma’nawi, dan ‘Amali.

1.    Hadis Mutawatir Lafzhi
Yang dimaksud hadis mutawatir lafzi adalah:
ما تواترت روايته على لفظ واحد
“Hadis yang mutawatir periwayatannya dalam satu lafzi.”
Hadis mutawatir lafzi ialah hadis yang makna dan lafadznya memang mutawatir. Contohnya :
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
“Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka kehendaknya ia bersiap-siap menempati tempatnya di neraka.”
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat.

2.    Hadis Mutawatir Maknawi
Hadis mutawatir ma’nawi ialah:
ما تواتر معناه دون لفظه
“Hadis yang maknanya mutawatir, tetapi lafaznya tidak.”
Contoh hadis ini adalah:
وقال ابو موسى الأشعرى دعا النبي صلى الله عله وسلم ثم رفع يديه ورأيت بياض ابطيه
“Abu Musa Al-‘Asyari berkata: Nabi SAW berdoa kemudian mengangkat kedua tangannya dan aku melihat putih-putih kedua ketiaknya.”
Hadis-hadis yang menggambarkan keadaan Rasulullah SAW seperti ini ada sekitar 100 hadis. Masing-masing hadis menyebutkan Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, meskipun masing-masing (hadis) terkait dengan berbagai perkara (kasus) yang berbeda-beda. Masing-masing perkara tadi tidak bersifat mutawatir. Penetapan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa itu termasuk mutawatir karena pertimbangan digabungkannya berbagai jalur hadis tersebut.

3.    Hadis Mutawatir ‘Amali
Yang dimaksud dengan hadis ini ialah:
ما علم من الدين باالضرورة وتواتر بين المسلمين ان النبي صلى الله عليه وسلم فعله او امربه او غير ذلك وهو الذي ينطبق عليه تعريف الإجماع إنطباقا صحيحا
“Sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam, bahwa Nabi SAW mengerjakannya menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan pengertian ini sesuai dengan ta’rif Ijma.”
Macam hadis mutawatir ‘amali ini banyak jumlahnya, seperti hadis yang menerangkan waktu shalat, raka’at shalat, shalat jenazah, shalat ‘id, tata cara shalat, pelaksanaan haji, kadar zakat harta, dan lain-lain.

C.    KRITERIA HADIS MUTAWATIR
1.    Diriwayatkan Sejumah Orang Banyak
Perawi hadis mutawatir harus berjumlah banyak. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada perawi hadis tersebut dan tidak ada pembatasan yang tepat. Di antara mereka berpendapat 4 orang, 5 orang, 10 orang (karena ia minimal jamak katsrah), 40 orang, 70 orang (jumlah sahabat Musa) bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih (jumlah tentara Thalut dan ahli perang Badar). Namun, pendapat yang terpilih minimal 10 orang seperti pendapat Al-Ishthikhari.

2.    Adanya Jumlah Banyak pada Seluruh Tingkatan Sanad
Jumlah banyak pada setiap tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai akhir sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak dapat dikatakan mutawatir. Persamaan jumlah para perawi tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya, mungkin saja jumlah angka nominalnya berbeda, namun nilai verbalnya sama, yakni sama banyak. Misalnya, pada awal tingkatan sanad 10 orang, tingkatan sanad berikutnya menjadi 20 orang, 40 orang, 100 orang, dan seterusnya. Jumlah seperti itu tetap dikatakan sama banyak dan tergolong mutawatir.

3.    Mustahil Bersepakat Bohong
Misalnya para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara yang berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Para perawi yang banyak ini secara logika mustahil terjadi kesepakatan berbohong secara uruf (tradisi). Pada masa awal pertumbuhan hadis, memang tidak bisa dianalogikan dengan masa modern sekarang ini. Di samping kejujuran, dan daya memori mereka yang masih handal, transportasi antar daerah tidak semudah sekarang, perlu waktu berbulan-bulan dalam kunjungan ke suatu negara. Berdarsarkan hal ini, jika periwayatan suatu hadis berjumlah besar sangat sulit bagi mereka sepakat bohong dalam periwayatan. Di antara alasan pengingkaran sunnah dalam penolakan mutawatir adalah pencapaian jumlah banyak tidak menjamin dihukumi mutawatir karena dimungkinkan adanya kesepakatan berbohong. Hal ini karena mereka menganalogikan dengan realita dunia modern dan kejujurannya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi jika ditunggangi masalah politik dan lain-lain. Demikian halnya belum dikatakan mutawatir karena sekalipun sudah mencapai jumlah banyak tetapi masih memungkinkan untuk berkonsensus bohong.

4.    Sandaran Berita pada Panca Indera
Maksud sandaran panca indera adalah berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata dan disentuh dengan kulit. Tidak disandarkan pada logika atau akal sepeti tentang sifat barunya alam.

D.    HUKUM MUTAWATIR
Hadis mutawatir memberifaedah ilmu dharuri atau yakin, dan wajib diamalkan. Artinya suatu keharusan seseorang meyakini kebenaran berita dari Nabi yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa ada keraguan sediitpun sebagaimana seseorang menyaksikan sendiri suatu peristiwa denga mata kepalanya, maka ia mengetahuinya secara yakin.
Dalam hadis mutawatir seseorang menerimanya secara mutlak tanpa hars meneliti dan memeriksa sifat-sifat perawi, karena dengan jumla yang sangat banyak mustahil bersepakat untuk berbohong. Tidak ada perselisihan antara kalangan para ulama tentang keyakinan faedah hadis mutawatir.
Khabar mutawatir memberi faedah ilmu dharuri, seserang menerimanya dan tidak dapat menolak. Ilmu dharuri adalah ilmu yang tidak memerlukan pemikiran karena permasalahannya sudah jelas dan gamblang tanpa dipikir terlebih. Ilmu yang dihasilkan secara dharuri diyakini kebenarannya dan pasti kebenarannya tidak ada keraguan. Hadis mutawatir dibenarkan isi beritanya tanpa penelitian dan peeriksaan para periwatnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Template designed by Liza Burhan