DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN PENYUSUNAN 4
D. MANFAAT PENYUSUNAN 4
BAB 2 PEMBAHASAN 5
A. RIWAYAT HIDUP JURGEN HABERMAS 5
B. PEMIKIRAN JURGEN HABERMAS 6
1. Filsafat Kritis Jurgen Habermas 6
2. Perkembangan Pemikiran Jurgen Habermas 7
3. Kebebasan Nilai menurut Jurgen Habermas 8
4. Kritik Habermas Terhadap Paham Positivisme 9
C. KARYA-KARYA PENTING JURGEN HABERMAS 10
BAB 3 PENUTUP (KESIMPULAN) 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, kita menyadari bahwasannya telah terjadi perkembangan di berbagai bidang kehidupan. Salah satu yang paling terlihat dan juga paling dekat hubungannya dengan kita adalah bidang pendidikan. Kita tahu bahkan juga merasakan dampaknya secara langsung, perkembangan dunia pendidikan kita. Mulai dari metode pembelajarannya, kurikulumnya, bahkan dari segi ilmunya pun mengalami perubahan dan perkembangan. Semua itu, tak lepas dari peran para ahli yang telah berpikir keras demi memajukan peradaban. Contohnya, yakni Jurgen Habermas, seorang filsuf asal Jerman yang telah menyumbangkan pemikiran-pemikirannya dalam filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya.
Di sini, kita akan mencoba membahas tentang pemikiran dari Jurgen Habermas. Sehingga kita tahu perkembangan-perkembangan ilmu saat ini, khususnya yang berasal dari pemikiran Habermas dan setelah itu kita dapat menganalisa lebih lanjut, seperti mencari tahu apakah kita juga telah merasakan dampak dari perkembangan tersebut atau belum.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup Jurgen Habermas?
2. Bagaimana pemikiran Jurgen Habermas?
3. Apa saja karya penting dari Jurgen Habermas?
C. TUJUAN PENYUSUNAN
1. Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Filsafat Ilmu
2. Menambah wawasan tentang pemikiran dari Jurgen Habermas
D. MANFAAT PENYUSUNAN
1. Mengetahui riwayat hidup Jurgen Habermas
2. Mengetahui pemikiran Jurgen Habermas
3. Mengetahui karya-karya penting dari Jurgen Habermas
BAB 2
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP JURGEN HABERMAS
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman yang dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota Dusseldorf, Jerman. Dia dibesarkan di kota Gummersbach, kota kecil dekat dengan Dusseldorf.
Kemudian ia melanjutkan studinya di Universitas Gottingen, ia mempelajari kesusasteraan, sejarah dan filsafat serta mengikuti kuliah psikologi dan ekonomi. Setelah itu, ia meneruskan studi filsafat di Universitas Bonn yang mana pada tahun 1954 ia meraih gelar “doktor filsafat” dengan sebuah disertasi berjudul Das Absolute und die Geshichte (Yang Absolut dan Sejarah). Bersamaan dengan itu juga, ia mulai aktif dalam diskusi-diskusi politik. Hal ini juga yang mendorong Habermas masuk ke partai National Socialist Germany.
Kemudian, Jurgen Habermas bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di Frankfurt tepatnya pada tahun 1956, yakni lima tahun pasca institut tersebut didirikan kembali di bawah kepemimpinan Theodor Adorno, seorang filsuf Jerman terkemuka. Di situ, Habermas ditunjuk menjadi asisten dari Adorno, tepatnya ketika ia berusia 27 tahun. Habermas belajar tentang sosiologi dari Theodor Adorno. Kemudian, ia mengambil bagian dalam suatu proyek penelitian mengenai sikap politik Mahasiswa di Universitas Frankfurt. Pada tahun 1964, hasil penelitiannya dipublikasikan dalam sebuah buku Student und Politik (Mahasiswa dan Politik). Ketika Jurgen Habermas bekerja di Institut Penelitian Sosial tersebut, ia mulai mempelajari pemikiran dari Marxisme.
Sekitar waktu yang sama Habermas mempersiapkan Habilitations schift-nya. Karangan in diberi judul Strukturwandel der Oeffentlichkeit (Tranformasi struktural dari lingkup umum), suatu studi yang mempelajari sejauh mana demokrasi masih mungkin dalam masyarakat modern. Fokus utama dari tulisan itu adalah tentang berfungsi tidaknya pendapat umum dalam masyarakat modern. Pada kurun waktu yang sama, Habermas diundang menjadi profesor filsafat Universitas Hiedelberg (1961-1964). Pada tahun 1964, ia kembali ke Universitas Frankfurt, karena diangkat menjadi profesor sosiologi dan filsafat menggantikan Horkheimer.
Pemikiran Marx yang telah dikenali Habermas sejak di Mazhab Frankfurt cukup memengaruhi pemikirannya secara utuh. Peranan ia sebagai seorang Marxis tampak ketika ia turut berperan serta dalam gerakan Mahasiswa Frankfurt. Sekitar tahun 1960-1970an merupakan periode demonstrasi “gerakan Mahasiswa kiri baru yang radikal” yang sedang marak. Sebagai seorang pemikiri Marxis, ia cukup dikenal oleh gerakan Mahasiswa tersebut, bahkan sempat menjadi ideolognya, walaupun keterlibatannya hanya sejauh sebagai pemikir Marxis. Habermas sangat populer dikalangan kelompok yang bernama Sozialistischer Deutsche Studentenbund (Kelompok Mahasiswa Sosialis Jerman).
Akan tetapi, kedekatan Jurgen Habermas dengan kelompok Mahasiswa yang beraliran kiri radikal tidak terlalu lama. Hal itu dikarenakan, aksi-aksi Mahasiswa yang mulai melewati ambang batas, yaitu dengan menggunakan tindak anarkis atau tindak kekerasan. Akibatnya, Habermas mengkritik tindakan Mahasiswa yang melampaui batas tersebut. Akan tetapi, akibat dari kritikan tersebut, Jurgen Habermas harus bernasib sama dengan Max Horkheimer dan Theodor Adorno, yang terlibat konflik dengan Mahasiswa.
Di dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1969 yang berjudul Protestbewegung und Hochschulreform (Gerakan opsisi dan pembahasan perguruan tinggi), Jurgen Habermas mengkritik secara pedas aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh Mahasiswa kiri. Bagi Habermas, aksi-aksi yang dilakukan oleh para Mahasiswa kiri tersebut dikecam sebagai ‘revolusi palsu’, bentuk-bentuk pemerasan yang diulang kembali, dan counterproductive.
Akhirnya, Habermas dengan Mahasiswa beraliran kiri tersebut makin bertentangan. Hal ini mendorong Habermas untuk keluar dari Universitas Frankfurt. Habermas menerima tawaran untuk bekerja di Max Planck Institut di kota Stanberg sebagai peneliti. Habermas bekerja di sana selama 10 tahun sampai lembaga penelitian ini dibubarkan. Selama di Max Planck Institut, Habermas telah mencapai kematangan pemikiran filosofisnya.
Pada akhirnya, Jurgen Habermas kembali ke Universitas Frankfurt sebagai profesor filsafat. Ia mengajar di Universitas Frankfurt sampai memasuki masa pensiunnya pada tahun 1994. Pada waktu itu, Habermas sudah memiliki reputasi internasional yang besar dan banyak diminta untuk berbicara di berbagai pertemuan atau diskusi ilmiah.
B. PEMIKIRAN JURGEN HABERMAS
1. Filsafat Kritis Jurgen Habermas
Jurgen Habermas merupakan seorang tokoh yang dewasa ini pemikirannya begitu berpengaruh terhadap dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya, yakni pemikirannya tentang filsafat kritis. Filsafat kritis adalah suatu paham filsafat yang berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan sosial, filsafat yang merasa bertanggungjawab terhadap keadaan sosial yang nyata.
Pemikiran Jurgen Habermas tentang filsafat kritis ini sendiri dipengaruhi oleh Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan dengan Teori Kritis-nya. Disebut Teori Kritis karena mazhab pemikiran ini dikenal sangat gemar mensosialisasikan suatu gaya berpikir analisis. Kunci untuk memahami Teori Kritis ini adalah kritik. Selain itu, kritik juga merupakan suatu program bagi Mazhab Frankfurt untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern.
Teori Kritis menurut Jurgen Habermas bukanlah teori ilmiah sebagaimana yang kita kenal. Habermas menggambarkan Teori Kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Teori Kritis tidak hanya berhenti pada faktor-faktor objektif, yang umumnya dianut oleh aliran positivistik. Teori ini berusaha menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi yang bersifat transendental yang melampaui data empiris.
Namun, di sini Habermas tidak hanya berperan sebagai penerus dari Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis, tetapi Habermas merupakan pembaharu atas kelemahan teori ini, yakni dengan melihat para pendahulunya yang mengalami kemacetan dan kepesimisan ketika melihat dunia modern. Oleh sebab itu, Habermas dikenal sebagai pembaharu tradisi intelektual.
Dalam pembaharuannya, Habermas menambahkan konsep komunikasi ke dalam Teori Kritis. Menurutnya, komunikasi dapat menyelesaikan kemacetan Teori Kritis yang ditawarkan oleh pendahulunya. Di sini, Habermas membedakan antara pekerjaan dan komunikasi. Menurutnya, pekerjaan merupakan tindakan instrumental yang bertujuan untuk mencapai sesuatu. Sedangkan komunikasi merupakan tindakan saling pengertian. Habermas juga berpendapat mengenai hal-hal yang menyebabkan kemacetan dalam Teori Kritis. Ia beranggapan bahwa ada dua hal yang memicu kemacetan tersebut, yakni praksis yang dilandasi kesadaran rasional, di mana praksis merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan teori. Dan kesadaran rasional yang di maksud di sini, yakni yang tidak hanya tampak dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan, melainkan interaksi dengan orang lain yang menggunakan bahasa sehari-hari. Selain itu, para pendahulunya yang memandang rasionalitas sebagai suatu kekuasaan juga menjadi penyebab kemacetan menurut Habermas. Dari situ, Jurgen Habermas berpendirian, bahwa kritik hanya dapat maju dengan rasio komunikatif yang dimengerti sebagai praksis komunikatif atau tindakan komunikatif.
2. Perkembangan Pemikiran Jurgen Habermas
Titik tolak pemikiran Jurgen Habermas adalah paham dari para pendahulunya, yakni Max Horkheimer dan Theodor Adorno yang merupakan pengikut dari Mazhab Frankfurt tentang Teori Kritis. Gagasan sebuah teori kritis masyarakat ditemukan Habermas pada Karl Marx.
Berhadapan dengan penindasan-penindasan yang dialami kaum buruh dalam sistem kapitalisme, Marx membongkar kepercayaan bahwa hukum ekonomi kapitalistik adalah sesuatu yang alamiah dan abadi. Kapitalisme adalah hasil kerja dari manusia sendiri. Penindasannya bukan suatu hal yang tinggal diterima saja. Apabila kita membaca sejarah secara kritis, kita akan menyadari dua hal. Pertama, bahwa keadaan di bawah kapitalisme tidak wajar, dan kedua bahwa apa yang tampak sebagai hukum objektif adalah perbuatan manusia sendiri, hasil sejarah dan terbuka untuk perubahan. Dengan demikian teori Marx membuka jalan ke tindakan emansipasi.
Habermas memperdalam pikiran ini dengan mempergunakan model psikoanalisa, dengan mengingat sejarahnya. Dari situ ia menyadari bahwa situasi yang sekarang ternyata dapat diubah. Dengan demikian, teori sebagai teori menjadi praktis, di mana praktis di sini diartikan oleh Habermas sebagai komunikasi yang mewujudkan kehidupan masyarakat yang nyata. Dan inilah yang menjadi permulaan emansipasi.
Akan tetapi, menurut Habermas, Marx tidak mempertahankan pendekatannya secara konsisten. Marx memahami teorinya menurut pola teori ilmu alam, sebagai teori objektif yang sekedar mendeskripsikan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat. Di sini Habermas berbicara tentang salah paham positivistik Marx terhadap teorinya sendiri. Menurut Habermas, Marx merosot menjadi seorang positivis sosial karena ia mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yakni pada pekerjaan. Di sini berarti Marx memahami komunikasi dalam kerangka pekerjaan, dan menurut Habermas hal itulah yang menyebabkan teori Marx gagal sebagai teori emansipatif. Kritik terhadap Marx inilah yang kemudian menjadi inti pemikiran Jurgen Habermas selanjutnya.
Namun, dalam kasus ini bukan hanya Marx yang mereduksikan manusia pada pekerjaan, melainkan seluruh teori kritis masyarakat mengikuti Marx dalam penyempitan perspektif itu. Menurut Habermas itulah sebabnya para pendahulunya tidak melihat jalan ke luar dari “dialektika pencerahan”, dari analisis mereka, bahwa manusia, semakin merasionalkan kehidupannya justru menjadi semakin irasional.
3. Kebebasan Nilai menurut Jurgen Habermas
Masalah apakah ilmu-ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu sosial, harus bekerja dengan bebas nilai (berbicara tentang yang ada, bukan yang harus ada) disebut dengan Perselisihan Metoda. Seperti Menger dan Schmoller yang mempersoalkan apakah ilmu ekonomi harus memakai metoda eksak atau historis. Istilah kebebasan nilai (Wertfreiheit) dibentuk dalam perselisihan nilai (Werturteilsstreit). Dalam perselisihan itu dipersoalkan syarat-syarat kemungkinan ilmu-ilmu sosial dan ekonomis yang normatif.
Dalam perselisihan positivisme, Popper dan Albert mengemukakan postulat kebebasan nilai yang sebaliknya diserang oleh Adorno dan Habermas. Perselisihan itu disebut dengan perselisihan positivisme karena para wakil Teori Kritis Masyarakat berpendapat bahwa tuntutan agar ilmu-ilmu sosial bekerja bebas dari berbagai penilaian, pada dasarnya berakar dalam pendekatan positivistik. Positivisme memang mau membatasi ilmu-ilmu pengetahuan pada fakta dan mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai sebagai irasional. Rasionalisme Kritis sendiri menolak usaha Adorno cs. untuk memasukannya ke dalam suatu keranjang dengan positivisme, dan menyatakan diri sebagai anti-positivistik.
Situasi lucu di sini, yakni Adorno cs. menuduh Popper cs. sebagai positivis, sedangkan Popper cs. menuduh Adorno cs. sebagai positivis yang sebenarnya. Dua-duanya menyatakan diri melawan positivisme. Memang, keduanya menolak verifikasi sebagai kriteria kebenaran. Penolakan itu, baik menurut rasionalisme kritis maupun teori kritis, bukan hanya mengenai ilmu-ilmu manusia, tetapi juga pada ilmu-ilmu alam. Namun, penolakan ini juga merupakan akhir kesepakatan antara dua aliran itu. Popper cs. mengembalikan keberlakuan suatu hipotesa pada keputusan para ilmuwan untuk menyepakati dasar-dasarnya. Sedangkan Habermas mengembalikannya kepada pengarahan penelitian oleh kepentingan-kepentingan vital umat manusia (yang berbeda untuk ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial). Maka menurut Jurgen Habermas bukan saja postulat kebebasan nilai merupakan ilusi bagi ilmu-ilmu sosial, melainkan ilmu pengetahuan alam sama saja tidak bebas nilai.
Bagi Habermas, kritik terhadap postulat kebebasan nilai ilmu pengetahuan bukan sekedar masalah teori ilmu pengetahuan, melainkan ia mau membuka kedok suatu ideologi yang kekuasaannya menghalang-halangi emansipasi manusia.
4. Kritik Habermas terhadap Paham Positivisme
Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep utama yang dikemukakan Habermas dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme, akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam. Bagi positivisme sebuah riset sosial harus menghasilkan deskripsi dan penjelasan-penjelasan ilmiah yang tidak memihak dan tidak memberikan penilaian apapun. Seorang ilmuwan dan peneliti harus mampu meninggalkan perasaannya, harapannya, keinginannya dan penilaian moralnya atau singkatnya segala kepentingan itu untuk mendekati objek penelitian sosialnya sehingga diperoleh “pengetahuan objektif” tentang kenyataan sosial atau fakta sosial.
Horkheimer dan Adorno telah mengembangkan pendekatan kritis dan materialistik itu menjadi kritik menyeluruh terhadap masyarakat industri barat, semakin maju masyarakat industri modern menjadi masyarakat konsumsi berlimpah serta berhasil melarutkan pertentangan-pertenangan antar kelas sosial mengakibatkan masyarakat itu semakin bersifat total. Hal ini dalam pandangan teori kritis masyarakat sebagai akibat dari dominasi prinsip dasar kapitalisme, yaitu prinsip tukar. Akan tetapi kekuasaan halus prinsip tukar itu juga semakin total sehingga setiap usaha-usaha untuk pembebasannya pun justru semakin memperkuatnya. Akibatnya, Horkheimer dan Adorno bersikap semakin pesimistik.
Berbeda halnya dengan Habermas, ia tidak mengikuti gaya filsafat para pendahulunya yang pesimistik, melainkan sebaliknya. Habermas tidak mencurigai teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Justru Habermas menganggap teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai “aktor produktif terpenting”.
Dalam pandangan Karl Marx, komunikasi antara manusia harus dipahami menurut model pekerjaan atau hubungan produksi, oleh karenanya Habermas berhasil menyumbangkan salah satu kritik fundamental pada pemikiran Karl Marx sekaligus keluar dari lingkaran pesimisme teori kritis masyarakat klasik. Sebab dalam pandangan Habermas setiap komunikasi menuntut kebebasan, maka di dalam kepentingan akan keberhasilan komunikasi ada kepentingan yang lebih fundamental lagi yaitu kepentingan-kepentingan dasar manusia akan emansipasi menyatakan diri. Oleh karena itu pendekatan monokausal sebagaimana diyakini oleh Karl Marx bahwa masyarakat yang sungguh-sungguh manusia adalah dapat dihasilkan dengan mengubah hubungan produksi menjadi gugur dan tidak dapat dipertahankan lagi. Begitu pula kekuasaan ideologis prinsip tukar atas masyarakat industri kapitalis tua yang membuat Horkheimer dan Adorno begitu pesimistik menjadi terkuak totalitasnya. Dengan demikian, pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional, meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara tentang materialisme historis, akan tetapi dalam kenyataannya ia telah meninggalkan kubu pemikiran marxisme.
C. KARYA-KARYA PENTING JURGEN HABERMAS
• The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989
• Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel, Boston, Beacon Press, 1973
• Erkenntnis und Interesse / Knowledge and Human Interest, (1968), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1971
• Toward a Rational Society: Student Protest, Science and Politics (1968-9), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1970
• On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen dan Jerry Stark, Cambridge,Mass, MIT Press, 1988
• Legitimation Crisis (1973), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1975
• Communication and thr Evolution of Society (1976), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, London, Heinemann, 1979
• Theorie des Kommunikativen Handelns /The Theory of Communication Action. Volume 1 Reason and Rationalization on Society (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1984
• Theorie des Kommunikativen Handelns / The Theory of Communication Action. Volume 2 Lifeworld and System: a Ctitique of Functionalist Reason (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, B: aoston, Beacon Press, 1987
• Der Philosophische Diskurs der Moderne / The Philosophical Discourse of Modernity (1985), diterjemahkan oleh Frederick Lawrence, Cambridge, Polite Press, 1987
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN:
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman yang dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota Dusseldorf, Jerman. Dewasa ini pemikirannya begitu berpengaruh terhadap dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya, yakni pemikirannya tentang filsafat kritis. Pemikiran Jurgen Habermas tentang filsafat kritis ini sendiri dipengaruhi oleh Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan dengan Teori Kritis-nya. Namun, di sini Habermas tidak hanya berperan sebagai penerus dari Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis, tetapi Habermas merupakan pembaharu atas kelemahan teori ini. Dalam pembaharuannya, Habermas menambahkan konsep komunikasi ke dalam Teori Kritis. Titik tolak pemikiran Jurgen Habermas tentang Teori Kritis adalah paham dari para pendahulunya, yakni Max Horkheimer dan Theodor Adorno yang merupakan pengikut dari Mazhab Frankfurt tentang Teori Kritis.
Kemudian, Habermas berbicara tentang salah paham positivistik Marx terhadap teorinya sendiri. Menurut Habermas, Marx merosot menjadi seorang positivis sosial karena ia mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yakni pada pekerjaan. Di sini berarti Marx memahami komunikasi dalam kerangka pekerjaan, dan menurut Habermas hal itulah yang menyebabkan teori Marx gagal sebagai teori emansipatif. Namun, dalam kasus ini bukan hanya Marx yang mereduksikan manusia pada pekerjaan, melainkan seluruh teori kritis masyarakat mengikuti Marx dalam penyempitan perspektif itu.
Bagi Habermas, kritik terhadap postulat kebebasan nilai ilmu pengetahuan bukan sekedar masalah teori ilmu pengetahuan, melainkan ia mau membuka kedok suatu ideologi yang kekuasaannya menghalang-halangi emansipasi manusia. Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep utama yang dikemukakan Habermas dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme, akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam.
Pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional, meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara tentang materialisme historis.
DAFTAR PUSTAKA
Magnis Suseno, Franz, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, 1995, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Mutasyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mudhofir, Ali, Kamus Filsuf Barat, 2001, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Fifty Modern Thinkers, Fifty Modern Thinkers on Education: From Piaget to the Present, 2001, London and New York: Routledge
http://id.wikipedia.org/wiki/J%C3%BCrgen_Habermas
http://valahulalam.blog.walisongo.ac.id/2013/12/07/pemikiran-filsafat-teori-kritis-jurgen-habermas/
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 4
C. TUJUAN PENYUSUNAN 4
D. MANFAAT PENYUSUNAN 4
BAB 2 PEMBAHASAN 5
A. RIWAYAT HIDUP JURGEN HABERMAS 5
B. PEMIKIRAN JURGEN HABERMAS 6
1. Filsafat Kritis Jurgen Habermas 6
2. Perkembangan Pemikiran Jurgen Habermas 7
3. Kebebasan Nilai menurut Jurgen Habermas 8
4. Kritik Habermas Terhadap Paham Positivisme 9
C. KARYA-KARYA PENTING JURGEN HABERMAS 10
BAB 3 PENUTUP (KESIMPULAN) 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, kita menyadari bahwasannya telah terjadi perkembangan di berbagai bidang kehidupan. Salah satu yang paling terlihat dan juga paling dekat hubungannya dengan kita adalah bidang pendidikan. Kita tahu bahkan juga merasakan dampaknya secara langsung, perkembangan dunia pendidikan kita. Mulai dari metode pembelajarannya, kurikulumnya, bahkan dari segi ilmunya pun mengalami perubahan dan perkembangan. Semua itu, tak lepas dari peran para ahli yang telah berpikir keras demi memajukan peradaban. Contohnya, yakni Jurgen Habermas, seorang filsuf asal Jerman yang telah menyumbangkan pemikiran-pemikirannya dalam filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya.
Di sini, kita akan mencoba membahas tentang pemikiran dari Jurgen Habermas. Sehingga kita tahu perkembangan-perkembangan ilmu saat ini, khususnya yang berasal dari pemikiran Habermas dan setelah itu kita dapat menganalisa lebih lanjut, seperti mencari tahu apakah kita juga telah merasakan dampak dari perkembangan tersebut atau belum.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup Jurgen Habermas?
2. Bagaimana pemikiran Jurgen Habermas?
3. Apa saja karya penting dari Jurgen Habermas?
C. TUJUAN PENYUSUNAN
1. Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Filsafat Ilmu
2. Menambah wawasan tentang pemikiran dari Jurgen Habermas
D. MANFAAT PENYUSUNAN
1. Mengetahui riwayat hidup Jurgen Habermas
2. Mengetahui pemikiran Jurgen Habermas
3. Mengetahui karya-karya penting dari Jurgen Habermas
BAB 2
PEMBAHASAN
A. RIWAYAT HIDUP JURGEN HABERMAS
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman yang dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota Dusseldorf, Jerman. Dia dibesarkan di kota Gummersbach, kota kecil dekat dengan Dusseldorf.
Kemudian ia melanjutkan studinya di Universitas Gottingen, ia mempelajari kesusasteraan, sejarah dan filsafat serta mengikuti kuliah psikologi dan ekonomi. Setelah itu, ia meneruskan studi filsafat di Universitas Bonn yang mana pada tahun 1954 ia meraih gelar “doktor filsafat” dengan sebuah disertasi berjudul Das Absolute und die Geshichte (Yang Absolut dan Sejarah). Bersamaan dengan itu juga, ia mulai aktif dalam diskusi-diskusi politik. Hal ini juga yang mendorong Habermas masuk ke partai National Socialist Germany.
Kemudian, Jurgen Habermas bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di Frankfurt tepatnya pada tahun 1956, yakni lima tahun pasca institut tersebut didirikan kembali di bawah kepemimpinan Theodor Adorno, seorang filsuf Jerman terkemuka. Di situ, Habermas ditunjuk menjadi asisten dari Adorno, tepatnya ketika ia berusia 27 tahun. Habermas belajar tentang sosiologi dari Theodor Adorno. Kemudian, ia mengambil bagian dalam suatu proyek penelitian mengenai sikap politik Mahasiswa di Universitas Frankfurt. Pada tahun 1964, hasil penelitiannya dipublikasikan dalam sebuah buku Student und Politik (Mahasiswa dan Politik). Ketika Jurgen Habermas bekerja di Institut Penelitian Sosial tersebut, ia mulai mempelajari pemikiran dari Marxisme.
Sekitar waktu yang sama Habermas mempersiapkan Habilitations schift-nya. Karangan in diberi judul Strukturwandel der Oeffentlichkeit (Tranformasi struktural dari lingkup umum), suatu studi yang mempelajari sejauh mana demokrasi masih mungkin dalam masyarakat modern. Fokus utama dari tulisan itu adalah tentang berfungsi tidaknya pendapat umum dalam masyarakat modern. Pada kurun waktu yang sama, Habermas diundang menjadi profesor filsafat Universitas Hiedelberg (1961-1964). Pada tahun 1964, ia kembali ke Universitas Frankfurt, karena diangkat menjadi profesor sosiologi dan filsafat menggantikan Horkheimer.
Pemikiran Marx yang telah dikenali Habermas sejak di Mazhab Frankfurt cukup memengaruhi pemikirannya secara utuh. Peranan ia sebagai seorang Marxis tampak ketika ia turut berperan serta dalam gerakan Mahasiswa Frankfurt. Sekitar tahun 1960-1970an merupakan periode demonstrasi “gerakan Mahasiswa kiri baru yang radikal” yang sedang marak. Sebagai seorang pemikiri Marxis, ia cukup dikenal oleh gerakan Mahasiswa tersebut, bahkan sempat menjadi ideolognya, walaupun keterlibatannya hanya sejauh sebagai pemikir Marxis. Habermas sangat populer dikalangan kelompok yang bernama Sozialistischer Deutsche Studentenbund (Kelompok Mahasiswa Sosialis Jerman).
Akan tetapi, kedekatan Jurgen Habermas dengan kelompok Mahasiswa yang beraliran kiri radikal tidak terlalu lama. Hal itu dikarenakan, aksi-aksi Mahasiswa yang mulai melewati ambang batas, yaitu dengan menggunakan tindak anarkis atau tindak kekerasan. Akibatnya, Habermas mengkritik tindakan Mahasiswa yang melampaui batas tersebut. Akan tetapi, akibat dari kritikan tersebut, Jurgen Habermas harus bernasib sama dengan Max Horkheimer dan Theodor Adorno, yang terlibat konflik dengan Mahasiswa.
Di dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1969 yang berjudul Protestbewegung und Hochschulreform (Gerakan opsisi dan pembahasan perguruan tinggi), Jurgen Habermas mengkritik secara pedas aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh Mahasiswa kiri. Bagi Habermas, aksi-aksi yang dilakukan oleh para Mahasiswa kiri tersebut dikecam sebagai ‘revolusi palsu’, bentuk-bentuk pemerasan yang diulang kembali, dan counterproductive.
Akhirnya, Habermas dengan Mahasiswa beraliran kiri tersebut makin bertentangan. Hal ini mendorong Habermas untuk keluar dari Universitas Frankfurt. Habermas menerima tawaran untuk bekerja di Max Planck Institut di kota Stanberg sebagai peneliti. Habermas bekerja di sana selama 10 tahun sampai lembaga penelitian ini dibubarkan. Selama di Max Planck Institut, Habermas telah mencapai kematangan pemikiran filosofisnya.
Pada akhirnya, Jurgen Habermas kembali ke Universitas Frankfurt sebagai profesor filsafat. Ia mengajar di Universitas Frankfurt sampai memasuki masa pensiunnya pada tahun 1994. Pada waktu itu, Habermas sudah memiliki reputasi internasional yang besar dan banyak diminta untuk berbicara di berbagai pertemuan atau diskusi ilmiah.
B. PEMIKIRAN JURGEN HABERMAS
1. Filsafat Kritis Jurgen Habermas
Jurgen Habermas merupakan seorang tokoh yang dewasa ini pemikirannya begitu berpengaruh terhadap dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya, yakni pemikirannya tentang filsafat kritis. Filsafat kritis adalah suatu paham filsafat yang berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan sosial, filsafat yang merasa bertanggungjawab terhadap keadaan sosial yang nyata.
Pemikiran Jurgen Habermas tentang filsafat kritis ini sendiri dipengaruhi oleh Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan dengan Teori Kritis-nya. Disebut Teori Kritis karena mazhab pemikiran ini dikenal sangat gemar mensosialisasikan suatu gaya berpikir analisis. Kunci untuk memahami Teori Kritis ini adalah kritik. Selain itu, kritik juga merupakan suatu program bagi Mazhab Frankfurt untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern.
Teori Kritis menurut Jurgen Habermas bukanlah teori ilmiah sebagaimana yang kita kenal. Habermas menggambarkan Teori Kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Teori Kritis tidak hanya berhenti pada faktor-faktor objektif, yang umumnya dianut oleh aliran positivistik. Teori ini berusaha menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi yang bersifat transendental yang melampaui data empiris.
Namun, di sini Habermas tidak hanya berperan sebagai penerus dari Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis, tetapi Habermas merupakan pembaharu atas kelemahan teori ini, yakni dengan melihat para pendahulunya yang mengalami kemacetan dan kepesimisan ketika melihat dunia modern. Oleh sebab itu, Habermas dikenal sebagai pembaharu tradisi intelektual.
Dalam pembaharuannya, Habermas menambahkan konsep komunikasi ke dalam Teori Kritis. Menurutnya, komunikasi dapat menyelesaikan kemacetan Teori Kritis yang ditawarkan oleh pendahulunya. Di sini, Habermas membedakan antara pekerjaan dan komunikasi. Menurutnya, pekerjaan merupakan tindakan instrumental yang bertujuan untuk mencapai sesuatu. Sedangkan komunikasi merupakan tindakan saling pengertian. Habermas juga berpendapat mengenai hal-hal yang menyebabkan kemacetan dalam Teori Kritis. Ia beranggapan bahwa ada dua hal yang memicu kemacetan tersebut, yakni praksis yang dilandasi kesadaran rasional, di mana praksis merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan teori. Dan kesadaran rasional yang di maksud di sini, yakni yang tidak hanya tampak dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan, melainkan interaksi dengan orang lain yang menggunakan bahasa sehari-hari. Selain itu, para pendahulunya yang memandang rasionalitas sebagai suatu kekuasaan juga menjadi penyebab kemacetan menurut Habermas. Dari situ, Jurgen Habermas berpendirian, bahwa kritik hanya dapat maju dengan rasio komunikatif yang dimengerti sebagai praksis komunikatif atau tindakan komunikatif.
2. Perkembangan Pemikiran Jurgen Habermas
Titik tolak pemikiran Jurgen Habermas adalah paham dari para pendahulunya, yakni Max Horkheimer dan Theodor Adorno yang merupakan pengikut dari Mazhab Frankfurt tentang Teori Kritis. Gagasan sebuah teori kritis masyarakat ditemukan Habermas pada Karl Marx.
Berhadapan dengan penindasan-penindasan yang dialami kaum buruh dalam sistem kapitalisme, Marx membongkar kepercayaan bahwa hukum ekonomi kapitalistik adalah sesuatu yang alamiah dan abadi. Kapitalisme adalah hasil kerja dari manusia sendiri. Penindasannya bukan suatu hal yang tinggal diterima saja. Apabila kita membaca sejarah secara kritis, kita akan menyadari dua hal. Pertama, bahwa keadaan di bawah kapitalisme tidak wajar, dan kedua bahwa apa yang tampak sebagai hukum objektif adalah perbuatan manusia sendiri, hasil sejarah dan terbuka untuk perubahan. Dengan demikian teori Marx membuka jalan ke tindakan emansipasi.
Habermas memperdalam pikiran ini dengan mempergunakan model psikoanalisa, dengan mengingat sejarahnya. Dari situ ia menyadari bahwa situasi yang sekarang ternyata dapat diubah. Dengan demikian, teori sebagai teori menjadi praktis, di mana praktis di sini diartikan oleh Habermas sebagai komunikasi yang mewujudkan kehidupan masyarakat yang nyata. Dan inilah yang menjadi permulaan emansipasi.
Akan tetapi, menurut Habermas, Marx tidak mempertahankan pendekatannya secara konsisten. Marx memahami teorinya menurut pola teori ilmu alam, sebagai teori objektif yang sekedar mendeskripsikan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat. Di sini Habermas berbicara tentang salah paham positivistik Marx terhadap teorinya sendiri. Menurut Habermas, Marx merosot menjadi seorang positivis sosial karena ia mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yakni pada pekerjaan. Di sini berarti Marx memahami komunikasi dalam kerangka pekerjaan, dan menurut Habermas hal itulah yang menyebabkan teori Marx gagal sebagai teori emansipatif. Kritik terhadap Marx inilah yang kemudian menjadi inti pemikiran Jurgen Habermas selanjutnya.
Namun, dalam kasus ini bukan hanya Marx yang mereduksikan manusia pada pekerjaan, melainkan seluruh teori kritis masyarakat mengikuti Marx dalam penyempitan perspektif itu. Menurut Habermas itulah sebabnya para pendahulunya tidak melihat jalan ke luar dari “dialektika pencerahan”, dari analisis mereka, bahwa manusia, semakin merasionalkan kehidupannya justru menjadi semakin irasional.
3. Kebebasan Nilai menurut Jurgen Habermas
Masalah apakah ilmu-ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu sosial, harus bekerja dengan bebas nilai (berbicara tentang yang ada, bukan yang harus ada) disebut dengan Perselisihan Metoda. Seperti Menger dan Schmoller yang mempersoalkan apakah ilmu ekonomi harus memakai metoda eksak atau historis. Istilah kebebasan nilai (Wertfreiheit) dibentuk dalam perselisihan nilai (Werturteilsstreit). Dalam perselisihan itu dipersoalkan syarat-syarat kemungkinan ilmu-ilmu sosial dan ekonomis yang normatif.
Dalam perselisihan positivisme, Popper dan Albert mengemukakan postulat kebebasan nilai yang sebaliknya diserang oleh Adorno dan Habermas. Perselisihan itu disebut dengan perselisihan positivisme karena para wakil Teori Kritis Masyarakat berpendapat bahwa tuntutan agar ilmu-ilmu sosial bekerja bebas dari berbagai penilaian, pada dasarnya berakar dalam pendekatan positivistik. Positivisme memang mau membatasi ilmu-ilmu pengetahuan pada fakta dan mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai sebagai irasional. Rasionalisme Kritis sendiri menolak usaha Adorno cs. untuk memasukannya ke dalam suatu keranjang dengan positivisme, dan menyatakan diri sebagai anti-positivistik.
Situasi lucu di sini, yakni Adorno cs. menuduh Popper cs. sebagai positivis, sedangkan Popper cs. menuduh Adorno cs. sebagai positivis yang sebenarnya. Dua-duanya menyatakan diri melawan positivisme. Memang, keduanya menolak verifikasi sebagai kriteria kebenaran. Penolakan itu, baik menurut rasionalisme kritis maupun teori kritis, bukan hanya mengenai ilmu-ilmu manusia, tetapi juga pada ilmu-ilmu alam. Namun, penolakan ini juga merupakan akhir kesepakatan antara dua aliran itu. Popper cs. mengembalikan keberlakuan suatu hipotesa pada keputusan para ilmuwan untuk menyepakati dasar-dasarnya. Sedangkan Habermas mengembalikannya kepada pengarahan penelitian oleh kepentingan-kepentingan vital umat manusia (yang berbeda untuk ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial). Maka menurut Jurgen Habermas bukan saja postulat kebebasan nilai merupakan ilusi bagi ilmu-ilmu sosial, melainkan ilmu pengetahuan alam sama saja tidak bebas nilai.
Bagi Habermas, kritik terhadap postulat kebebasan nilai ilmu pengetahuan bukan sekedar masalah teori ilmu pengetahuan, melainkan ia mau membuka kedok suatu ideologi yang kekuasaannya menghalang-halangi emansipasi manusia.
4. Kritik Habermas terhadap Paham Positivisme
Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep utama yang dikemukakan Habermas dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme, akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam. Bagi positivisme sebuah riset sosial harus menghasilkan deskripsi dan penjelasan-penjelasan ilmiah yang tidak memihak dan tidak memberikan penilaian apapun. Seorang ilmuwan dan peneliti harus mampu meninggalkan perasaannya, harapannya, keinginannya dan penilaian moralnya atau singkatnya segala kepentingan itu untuk mendekati objek penelitian sosialnya sehingga diperoleh “pengetahuan objektif” tentang kenyataan sosial atau fakta sosial.
Horkheimer dan Adorno telah mengembangkan pendekatan kritis dan materialistik itu menjadi kritik menyeluruh terhadap masyarakat industri barat, semakin maju masyarakat industri modern menjadi masyarakat konsumsi berlimpah serta berhasil melarutkan pertentangan-pertenangan antar kelas sosial mengakibatkan masyarakat itu semakin bersifat total. Hal ini dalam pandangan teori kritis masyarakat sebagai akibat dari dominasi prinsip dasar kapitalisme, yaitu prinsip tukar. Akan tetapi kekuasaan halus prinsip tukar itu juga semakin total sehingga setiap usaha-usaha untuk pembebasannya pun justru semakin memperkuatnya. Akibatnya, Horkheimer dan Adorno bersikap semakin pesimistik.
Berbeda halnya dengan Habermas, ia tidak mengikuti gaya filsafat para pendahulunya yang pesimistik, melainkan sebaliknya. Habermas tidak mencurigai teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Justru Habermas menganggap teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai “aktor produktif terpenting”.
Dalam pandangan Karl Marx, komunikasi antara manusia harus dipahami menurut model pekerjaan atau hubungan produksi, oleh karenanya Habermas berhasil menyumbangkan salah satu kritik fundamental pada pemikiran Karl Marx sekaligus keluar dari lingkaran pesimisme teori kritis masyarakat klasik. Sebab dalam pandangan Habermas setiap komunikasi menuntut kebebasan, maka di dalam kepentingan akan keberhasilan komunikasi ada kepentingan yang lebih fundamental lagi yaitu kepentingan-kepentingan dasar manusia akan emansipasi menyatakan diri. Oleh karena itu pendekatan monokausal sebagaimana diyakini oleh Karl Marx bahwa masyarakat yang sungguh-sungguh manusia adalah dapat dihasilkan dengan mengubah hubungan produksi menjadi gugur dan tidak dapat dipertahankan lagi. Begitu pula kekuasaan ideologis prinsip tukar atas masyarakat industri kapitalis tua yang membuat Horkheimer dan Adorno begitu pesimistik menjadi terkuak totalitasnya. Dengan demikian, pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional, meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara tentang materialisme historis, akan tetapi dalam kenyataannya ia telah meninggalkan kubu pemikiran marxisme.
C. KARYA-KARYA PENTING JURGEN HABERMAS
• The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989
• Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel, Boston, Beacon Press, 1973
• Erkenntnis und Interesse / Knowledge and Human Interest, (1968), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1971
• Toward a Rational Society: Student Protest, Science and Politics (1968-9), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1970
• On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen dan Jerry Stark, Cambridge,Mass, MIT Press, 1988
• Legitimation Crisis (1973), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1975
• Communication and thr Evolution of Society (1976), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, London, Heinemann, 1979
• Theorie des Kommunikativen Handelns /The Theory of Communication Action. Volume 1 Reason and Rationalization on Society (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1984
• Theorie des Kommunikativen Handelns / The Theory of Communication Action. Volume 2 Lifeworld and System: a Ctitique of Functionalist Reason (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, B: aoston, Beacon Press, 1987
• Der Philosophische Diskurs der Moderne / The Philosophical Discourse of Modernity (1985), diterjemahkan oleh Frederick Lawrence, Cambridge, Polite Press, 1987
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN:
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman yang dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota Dusseldorf, Jerman. Dewasa ini pemikirannya begitu berpengaruh terhadap dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya, yakni pemikirannya tentang filsafat kritis. Pemikiran Jurgen Habermas tentang filsafat kritis ini sendiri dipengaruhi oleh Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan dengan Teori Kritis-nya. Namun, di sini Habermas tidak hanya berperan sebagai penerus dari Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis, tetapi Habermas merupakan pembaharu atas kelemahan teori ini. Dalam pembaharuannya, Habermas menambahkan konsep komunikasi ke dalam Teori Kritis. Titik tolak pemikiran Jurgen Habermas tentang Teori Kritis adalah paham dari para pendahulunya, yakni Max Horkheimer dan Theodor Adorno yang merupakan pengikut dari Mazhab Frankfurt tentang Teori Kritis.
Kemudian, Habermas berbicara tentang salah paham positivistik Marx terhadap teorinya sendiri. Menurut Habermas, Marx merosot menjadi seorang positivis sosial karena ia mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yakni pada pekerjaan. Di sini berarti Marx memahami komunikasi dalam kerangka pekerjaan, dan menurut Habermas hal itulah yang menyebabkan teori Marx gagal sebagai teori emansipatif. Namun, dalam kasus ini bukan hanya Marx yang mereduksikan manusia pada pekerjaan, melainkan seluruh teori kritis masyarakat mengikuti Marx dalam penyempitan perspektif itu.
Bagi Habermas, kritik terhadap postulat kebebasan nilai ilmu pengetahuan bukan sekedar masalah teori ilmu pengetahuan, melainkan ia mau membuka kedok suatu ideologi yang kekuasaannya menghalang-halangi emansipasi manusia. Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep utama yang dikemukakan Habermas dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme, akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam.
Pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional, meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara tentang materialisme historis.
DAFTAR PUSTAKA
Magnis Suseno, Franz, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, 1995, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Mutasyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mudhofir, Ali, Kamus Filsuf Barat, 2001, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Fifty Modern Thinkers, Fifty Modern Thinkers on Education: From Piaget to the Present, 2001, London and New York: Routledge
http://id.wikipedia.org/wiki/J%C3%BCrgen_Habermas
http://valahulalam.blog.walisongo.ac.id/2013/12/07/pemikiran-filsafat-teori-kritis-jurgen-habermas/