Jumat, 13 Maret 2015

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PENDEKATAN ILMIAH NON POSITIVISTIK (JURGEN HABERMAS)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR         2
DAFTAR ISI         3
BAB 1 PENDAHULUAN         4
A.    LATAR BELAKANG         4
B.    RUMUSAN MASALAH         4
C.    TUJUAN PENYUSUNAN         4
D.    MANFAAT PENYUSUNAN         4
BAB 2 PEMBAHASAN         5
A.    RIWAYAT HIDUP JURGEN HABERMAS         5
B.    PEMIKIRAN JURGEN HABERMAS         6
1.    Filsafat Kritis Jurgen Habermas         6
2.    Perkembangan Pemikiran Jurgen Habermas         7
3.    Kebebasan Nilai menurut Jurgen Habermas         8
4.    Kritik Habermas Terhadap Paham Positivisme         9
C.    KARYA-KARYA PENTING JURGEN HABERMAS         10
BAB 3 PENUTUP (KESIMPULAN)         11
DAFTAR PUSTAKA         12











BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dewasa ini, kita menyadari bahwasannya telah terjadi perkembangan di berbagai bidang kehidupan. Salah satu yang paling terlihat dan juga paling dekat hubungannya dengan kita adalah bidang pendidikan. Kita tahu bahkan juga merasakan dampaknya secara langsung, perkembangan dunia pendidikan kita. Mulai dari metode pembelajarannya, kurikulumnya, bahkan dari segi ilmunya pun mengalami perubahan dan perkembangan. Semua itu, tak lepas dari peran para ahli yang telah berpikir keras demi memajukan peradaban. Contohnya, yakni Jurgen Habermas, seorang filsuf asal Jerman yang telah menyumbangkan pemikiran-pemikirannya dalam filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya.
Di sini, kita akan mencoba membahas tentang pemikiran dari Jurgen Habermas. Sehingga kita tahu perkembangan-perkembangan ilmu saat ini, khususnya yang berasal dari pemikiran Habermas dan setelah itu kita dapat menganalisa lebih lanjut, seperti mencari tahu apakah kita juga telah merasakan dampak dari perkembangan tersebut atau belum.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana riwayat hidup Jurgen Habermas?
2.    Bagaimana pemikiran Jurgen Habermas?
3.    Apa saja karya penting dari Jurgen Habermas?

C.    TUJUAN PENYUSUNAN
1.    Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Filsafat Ilmu
2.    Menambah wawasan tentang pemikiran dari Jurgen Habermas
   
D.    MANFAAT PENYUSUNAN
1.    Mengetahui riwayat hidup Jurgen Habermas
2.    Mengetahui pemikiran Jurgen Habermas
3.    Mengetahui karya-karya penting dari Jurgen Habermas




BAB 2
PEMBAHASAN

A.    RIWAYAT HIDUP JURGEN HABERMAS
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman yang dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota Dusseldorf, Jerman. Dia dibesarkan di kota Gummersbach, kota kecil dekat dengan Dusseldorf.
Kemudian ia melanjutkan studinya di Universitas Gottingen, ia mempelajari kesusasteraan, sejarah dan filsafat serta mengikuti kuliah psikologi dan ekonomi. Setelah itu, ia meneruskan studi filsafat di Universitas Bonn yang mana pada tahun 1954 ia meraih gelar “doktor filsafat” dengan sebuah disertasi berjudul Das Absolute und die Geshichte (Yang Absolut dan Sejarah). Bersamaan dengan itu juga, ia mulai aktif dalam diskusi-diskusi politik. Hal ini juga yang mendorong Habermas masuk ke partai National Socialist Germany.
Kemudian, Jurgen Habermas bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di Frankfurt tepatnya pada tahun 1956, yakni lima tahun pasca institut tersebut didirikan kembali di bawah kepemimpinan Theodor Adorno, seorang filsuf Jerman terkemuka. Di situ, Habermas ditunjuk menjadi asisten dari Adorno, tepatnya ketika ia berusia 27 tahun. Habermas belajar tentang sosiologi dari Theodor Adorno. Kemudian, ia mengambil bagian dalam suatu proyek penelitian mengenai sikap politik Mahasiswa di Universitas Frankfurt. Pada tahun 1964, hasil penelitiannya dipublikasikan dalam sebuah buku Student und Politik (Mahasiswa dan Politik). Ketika Jurgen Habermas bekerja di Institut Penelitian Sosial tersebut, ia mulai mempelajari pemikiran dari Marxisme.
Sekitar waktu yang sama Habermas mempersiapkan Habilitations schift-nya. Karangan in diberi judul Strukturwandel der Oeffentlichkeit (Tranformasi struktural dari lingkup umum), suatu studi yang mempelajari sejauh mana demokrasi masih mungkin dalam masyarakat modern. Fokus utama dari tulisan itu adalah tentang berfungsi tidaknya pendapat umum dalam masyarakat modern. Pada kurun waktu yang sama, Habermas diundang menjadi profesor filsafat Universitas Hiedelberg (1961-1964). Pada tahun 1964, ia kembali ke Universitas Frankfurt, karena diangkat menjadi profesor sosiologi dan filsafat menggantikan Horkheimer.
Pemikiran Marx yang telah dikenali Habermas sejak di Mazhab Frankfurt cukup memengaruhi pemikirannya secara utuh. Peranan ia sebagai seorang Marxis tampak ketika ia turut berperan serta dalam gerakan Mahasiswa Frankfurt. Sekitar tahun 1960-1970an merupakan periode demonstrasi “gerakan Mahasiswa kiri baru yang radikal” yang sedang marak. Sebagai seorang pemikiri Marxis, ia cukup dikenal oleh gerakan Mahasiswa tersebut, bahkan sempat menjadi ideolognya, walaupun keterlibatannya hanya sejauh sebagai pemikir Marxis. Habermas sangat populer dikalangan kelompok yang bernama Sozialistischer Deutsche Studentenbund (Kelompok Mahasiswa Sosialis Jerman).
Akan tetapi, kedekatan Jurgen Habermas dengan kelompok Mahasiswa yang beraliran kiri radikal tidak terlalu lama. Hal itu dikarenakan, aksi-aksi Mahasiswa yang mulai melewati ambang batas, yaitu dengan menggunakan tindak anarkis atau tindak kekerasan. Akibatnya, Habermas mengkritik tindakan Mahasiswa yang melampaui batas tersebut. Akan tetapi, akibat dari kritikan tersebut, Jurgen Habermas harus bernasib sama dengan Max Horkheimer dan Theodor Adorno, yang terlibat konflik dengan Mahasiswa.
Di dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1969 yang berjudul Protestbewegung und Hochschulreform (Gerakan opsisi dan pembahasan perguruan tinggi), Jurgen Habermas mengkritik secara pedas aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh Mahasiswa kiri. Bagi Habermas, aksi-aksi yang dilakukan oleh para Mahasiswa kiri tersebut dikecam sebagai ‘revolusi palsu’, bentuk-bentuk pemerasan yang diulang kembali, dan counterproductive.
Akhirnya, Habermas dengan Mahasiswa beraliran kiri tersebut makin bertentangan. Hal ini mendorong Habermas untuk keluar dari Universitas Frankfurt. Habermas menerima tawaran untuk bekerja di Max Planck Institut di kota Stanberg sebagai peneliti. Habermas bekerja di sana selama 10 tahun sampai lembaga penelitian ini dibubarkan. Selama di Max Planck Institut, Habermas telah mencapai kematangan pemikiran filosofisnya.
Pada akhirnya, Jurgen Habermas kembali ke Universitas Frankfurt sebagai profesor filsafat. Ia mengajar di Universitas Frankfurt sampai memasuki masa pensiunnya pada tahun 1994. Pada waktu itu, Habermas sudah memiliki reputasi internasional yang besar dan banyak diminta untuk berbicara di berbagai pertemuan atau diskusi ilmiah.

B.    PEMIKIRAN JURGEN HABERMAS
1.    Filsafat Kritis Jurgen Habermas
Jurgen Habermas merupakan seorang tokoh yang dewasa ini pemikirannya begitu berpengaruh terhadap dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya, yakni pemikirannya tentang filsafat kritis. Filsafat kritis adalah suatu paham filsafat yang berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan sosial, filsafat yang merasa bertanggungjawab terhadap keadaan sosial yang nyata.
Pemikiran Jurgen Habermas tentang filsafat kritis ini sendiri dipengaruhi oleh Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan dengan Teori Kritis-nya. Disebut Teori Kritis karena mazhab pemikiran ini dikenal sangat gemar mensosialisasikan suatu gaya berpikir analisis. Kunci untuk memahami Teori Kritis ini adalah kritik. Selain itu, kritik juga merupakan suatu program bagi Mazhab Frankfurt untuk merumuskan suatu teori yang bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern.
Teori Kritis menurut Jurgen Habermas bukanlah teori ilmiah sebagaimana yang kita kenal. Habermas menggambarkan Teori Kritis sebagai suatu metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Teori Kritis tidak hanya berhenti pada faktor-faktor objektif, yang umumnya dianut oleh aliran positivistik. Teori ini berusaha menembus realitas sosial sebagai fakta sosiologis, untuk menemukan kondisi yang bersifat transendental yang melampaui data empiris.
Namun, di sini Habermas tidak hanya berperan sebagai penerus dari Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis, tetapi Habermas merupakan pembaharu atas kelemahan teori ini, yakni dengan melihat para pendahulunya yang mengalami kemacetan dan kepesimisan ketika melihat dunia modern. Oleh sebab itu, Habermas dikenal sebagai pembaharu tradisi intelektual.
Dalam pembaharuannya, Habermas menambahkan konsep komunikasi ke dalam Teori Kritis. Menurutnya, komunikasi dapat menyelesaikan kemacetan Teori Kritis yang ditawarkan oleh pendahulunya. Di sini, Habermas membedakan antara pekerjaan dan komunikasi. Menurutnya, pekerjaan merupakan tindakan instrumental yang bertujuan untuk mencapai sesuatu. Sedangkan komunikasi merupakan tindakan saling pengertian. Habermas juga berpendapat mengenai hal-hal yang menyebabkan kemacetan dalam Teori Kritis. Ia beranggapan bahwa ada dua hal yang memicu kemacetan tersebut, yakni praksis yang dilandasi kesadaran rasional, di mana praksis merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan teori. Dan kesadaran rasional yang di maksud di sini, yakni yang tidak hanya tampak dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan, melainkan interaksi dengan orang lain yang menggunakan bahasa sehari-hari. Selain itu, para pendahulunya yang memandang rasionalitas sebagai suatu kekuasaan juga menjadi penyebab kemacetan menurut Habermas. Dari situ, Jurgen Habermas berpendirian, bahwa kritik hanya dapat maju dengan rasio komunikatif yang dimengerti sebagai praksis komunikatif atau tindakan komunikatif.

2.    Perkembangan Pemikiran Jurgen Habermas
Titik tolak pemikiran Jurgen Habermas adalah paham dari para pendahulunya, yakni Max Horkheimer dan Theodor Adorno yang merupakan pengikut dari Mazhab Frankfurt tentang Teori Kritis. Gagasan sebuah teori kritis masyarakat ditemukan Habermas pada Karl Marx.
Berhadapan dengan penindasan-penindasan yang dialami kaum buruh dalam sistem kapitalisme, Marx membongkar kepercayaan bahwa hukum ekonomi kapitalistik adalah sesuatu yang alamiah dan abadi. Kapitalisme adalah hasil kerja dari manusia sendiri. Penindasannya bukan suatu hal yang tinggal diterima saja. Apabila kita membaca sejarah secara kritis, kita akan menyadari dua hal. Pertama, bahwa keadaan di bawah kapitalisme tidak wajar, dan kedua bahwa apa yang tampak sebagai hukum objektif adalah perbuatan manusia sendiri, hasil sejarah dan terbuka untuk perubahan. Dengan demikian teori Marx membuka jalan ke tindakan emansipasi.
Habermas memperdalam pikiran ini dengan mempergunakan model psikoanalisa, dengan mengingat sejarahnya. Dari situ ia menyadari bahwa situasi yang sekarang ternyata dapat diubah. Dengan demikian, teori sebagai teori menjadi praktis, di mana praktis di sini diartikan oleh Habermas sebagai komunikasi yang mewujudkan kehidupan masyarakat yang nyata. Dan inilah yang menjadi permulaan emansipasi.
Akan tetapi, menurut Habermas, Marx tidak mempertahankan pendekatannya secara konsisten. Marx memahami teorinya menurut pola teori ilmu alam, sebagai teori objektif yang sekedar mendeskripsikan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat. Di sini Habermas berbicara tentang salah paham positivistik Marx terhadap teorinya sendiri. Menurut Habermas, Marx merosot menjadi seorang positivis sosial karena ia mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yakni pada pekerjaan. Di sini berarti Marx memahami komunikasi dalam kerangka pekerjaan, dan menurut Habermas hal itulah yang menyebabkan teori Marx gagal sebagai teori emansipatif. Kritik terhadap Marx inilah yang kemudian menjadi inti pemikiran Jurgen Habermas selanjutnya.
Namun, dalam kasus ini bukan hanya Marx yang mereduksikan manusia pada pekerjaan, melainkan seluruh teori kritis masyarakat mengikuti Marx dalam penyempitan perspektif itu. Menurut Habermas itulah sebabnya para pendahulunya tidak melihat jalan ke luar dari “dialektika pencerahan”, dari analisis mereka, bahwa manusia, semakin merasionalkan kehidupannya justru menjadi semakin irasional.

3.    Kebebasan Nilai menurut Jurgen Habermas
Masalah apakah ilmu-ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu sosial, harus bekerja dengan bebas nilai (berbicara tentang yang ada, bukan yang harus ada) disebut dengan Perselisihan Metoda. Seperti Menger dan Schmoller yang mempersoalkan apakah ilmu ekonomi harus memakai metoda eksak atau historis. Istilah kebebasan nilai (Wertfreiheit) dibentuk dalam perselisihan nilai (Werturteilsstreit). Dalam perselisihan itu dipersoalkan syarat-syarat kemungkinan ilmu-ilmu sosial dan ekonomis yang normatif.
Dalam perselisihan positivisme, Popper dan Albert mengemukakan postulat kebebasan nilai yang sebaliknya diserang oleh Adorno dan Habermas.  Perselisihan itu disebut dengan perselisihan positivisme karena para wakil Teori Kritis Masyarakat berpendapat bahwa tuntutan agar ilmu-ilmu sosial bekerja bebas dari berbagai penilaian, pada dasarnya berakar dalam pendekatan positivistik. Positivisme memang mau membatasi ilmu-ilmu pengetahuan pada fakta dan mengesampingkan pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai sebagai irasional. Rasionalisme Kritis sendiri menolak usaha Adorno cs. untuk memasukannya ke dalam suatu keranjang dengan positivisme, dan menyatakan diri sebagai anti-positivistik.
Situasi lucu di sini, yakni Adorno cs. menuduh Popper cs. sebagai positivis, sedangkan Popper cs. menuduh Adorno cs. sebagai positivis yang sebenarnya. Dua-duanya menyatakan diri melawan positivisme. Memang, keduanya menolak verifikasi sebagai kriteria kebenaran. Penolakan itu, baik menurut rasionalisme kritis maupun teori kritis, bukan hanya mengenai ilmu-ilmu manusia, tetapi juga pada ilmu-ilmu alam. Namun, penolakan ini juga merupakan akhir kesepakatan antara dua aliran itu. Popper cs. mengembalikan keberlakuan suatu hipotesa pada keputusan para ilmuwan untuk menyepakati dasar-dasarnya. Sedangkan Habermas mengembalikannya kepada pengarahan penelitian oleh kepentingan-kepentingan vital umat manusia (yang berbeda untuk ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial). Maka menurut Jurgen Habermas bukan saja postulat kebebasan nilai merupakan ilusi bagi ilmu-ilmu sosial, melainkan ilmu pengetahuan alam sama saja tidak bebas nilai.
Bagi Habermas, kritik terhadap postulat kebebasan nilai ilmu pengetahuan bukan sekedar masalah teori ilmu pengetahuan, melainkan ia mau membuka kedok suatu ideologi yang kekuasaannya menghalang-halangi emansipasi manusia.

4.    Kritik Habermas terhadap Paham Positivisme
Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep utama yang dikemukakan Habermas dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme, akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam. Bagi positivisme sebuah riset sosial harus menghasilkan deskripsi dan penjelasan-penjelasan ilmiah yang tidak memihak dan tidak memberikan penilaian apapun. Seorang ilmuwan dan peneliti harus mampu meninggalkan perasaannya, harapannya, keinginannya dan penilaian moralnya atau singkatnya segala kepentingan itu untuk mendekati objek penelitian sosialnya sehingga diperoleh “pengetahuan objektif” tentang kenyataan sosial atau fakta sosial.
Horkheimer dan Adorno telah mengembangkan pendekatan kritis dan materialistik itu menjadi kritik menyeluruh terhadap masyarakat industri barat, semakin maju masyarakat industri modern menjadi masyarakat konsumsi berlimpah serta berhasil melarutkan pertentangan-pertenangan antar kelas sosial mengakibatkan masyarakat itu semakin bersifat total. Hal ini dalam pandangan teori kritis masyarakat sebagai akibat dari dominasi prinsip dasar kapitalisme, yaitu prinsip tukar. Akan tetapi kekuasaan halus prinsip tukar itu juga semakin total sehingga setiap usaha-usaha untuk pembebasannya pun justru semakin memperkuatnya. Akibatnya, Horkheimer dan Adorno bersikap semakin pesimistik.
Berbeda halnya dengan Habermas, ia tidak mengikuti gaya filsafat para pendahulunya yang pesimistik, melainkan sebaliknya. Habermas tidak mencurigai teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Justru Habermas menganggap teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai “aktor produktif terpenting”.
Dalam pandangan Karl Marx, komunikasi antara manusia harus dipahami menurut model pekerjaan atau hubungan produksi, oleh karenanya Habermas berhasil menyumbangkan salah satu kritik fundamental pada pemikiran Karl Marx sekaligus keluar dari lingkaran pesimisme teori kritis masyarakat klasik. Sebab dalam pandangan Habermas setiap komunikasi menuntut kebebasan, maka di dalam kepentingan akan keberhasilan komunikasi ada kepentingan yang lebih fundamental lagi yaitu kepentingan-kepentingan dasar manusia akan emansipasi menyatakan diri. Oleh karena itu pendekatan monokausal sebagaimana diyakini oleh Karl Marx bahwa masyarakat yang sungguh-sungguh manusia adalah dapat dihasilkan dengan mengubah hubungan produksi menjadi gugur dan tidak dapat dipertahankan lagi. Begitu pula kekuasaan ideologis prinsip tukar atas masyarakat industri kapitalis tua yang membuat Horkheimer dan Adorno begitu pesimistik menjadi terkuak totalitasnya. Dengan demikian, pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional, meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara tentang materialisme historis, akan tetapi dalam kenyataannya ia telah meninggalkan kubu pemikiran marxisme.

C.    KARYA-KARYA PENTING JURGEN HABERMAS
•    The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989
•    Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel, Boston, Beacon Press, 1973
•    Erkenntnis und Interesse / Knowledge and Human Interest, (1968), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1971
•    Toward a Rational Society: Student Protest, Science and Politics (1968-9), diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1970
•    On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen dan Jerry Stark, Cambridge,Mass, MIT Press, 1988
•    Legitimation Crisis (1973), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1975
•    Communication and thr Evolution of Society (1976), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, London, Heinemann, 1979
•    Theorie des Kommunikativen Handelns /The Theory of Communication Action. Volume 1 Reason and Rationalization on Society (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon Press, 1984
•    Theorie des Kommunikativen Handelns / The Theory of Communication Action. Volume 2 Lifeworld and System: a Ctitique of Functionalist Reason (1981), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, B: aoston, Beacon Press, 1987
•    Der Philosophische Diskurs der Moderne / The Philosophical Discourse of Modernity (1985), diterjemahkan oleh Frederick Lawrence, Cambridge, Polite Press, 1987
BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN:
Jurgen Habermas adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman yang dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1929 di kota Dusseldorf, Jerman. Dewasa ini pemikirannya begitu berpengaruh terhadap dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial lainnya, yakni pemikirannya tentang filsafat kritis. Pemikiran Jurgen Habermas tentang filsafat kritis ini sendiri dipengaruhi oleh Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan dengan Teori Kritis-nya. Namun, di sini Habermas tidak hanya berperan sebagai penerus dari Mazhab Frankfurt dan Teori Kritis, tetapi Habermas merupakan pembaharu atas kelemahan teori ini. Dalam pembaharuannya, Habermas menambahkan konsep komunikasi ke dalam Teori Kritis. Titik tolak pemikiran Jurgen Habermas tentang Teori Kritis adalah paham dari para pendahulunya, yakni Max Horkheimer dan Theodor Adorno yang merupakan pengikut dari Mazhab Frankfurt tentang Teori Kritis.
Kemudian, Habermas berbicara tentang salah paham positivistik Marx terhadap teorinya sendiri. Menurut Habermas, Marx merosot menjadi seorang positivis sosial karena ia mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yakni pada pekerjaan. Di sini berarti Marx memahami komunikasi dalam kerangka pekerjaan, dan menurut Habermas hal itulah yang menyebabkan teori Marx gagal sebagai teori emansipatif. Namun, dalam kasus ini bukan hanya Marx yang mereduksikan manusia pada pekerjaan, melainkan seluruh teori kritis masyarakat mengikuti Marx dalam penyempitan perspektif itu.
Bagi Habermas, kritik terhadap postulat kebebasan nilai ilmu pengetahuan bukan sekedar masalah teori ilmu pengetahuan, melainkan ia mau membuka kedok suatu ideologi yang kekuasaannya menghalang-halangi emansipasi manusia. Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep utama yang dikemukakan Habermas dalam melakukan kritik terhadap paradigma positivisme, akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam.
Pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional, meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara tentang materialisme historis.



DAFTAR PUSTAKA

Magnis Suseno, Franz, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, 1995, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Mutasyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mudhofir, Ali, Kamus Filsuf Barat, 2001, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Fifty Modern Thinkers, Fifty Modern Thinkers on Education: From Piaget to the Present, 2001, London and New York: Routledge
http://id.wikipedia.org/wiki/J%C3%BCrgen_Habermas
http://valahulalam.blog.walisongo.ac.id/2013/12/07/pemikiran-filsafat-teori-kritis-jurgen-habermas/

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BUDAYA LOKAL “ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN”

DAFTAR ISI

Kata Pengantar      2
Daftar Isi      3
BAB 1 (PENDAHULUAN)      4
A.    Latar Belakang      4
B.    Rumusan Masalah      4
C.    Tujuan Penyusunan      4
D.    Manfaat Penyusunan      4

BAB 2 (PEMBAHASAN)      5

A.    Dunia Islam pada Abad Pertengahan      5

1.    Fase Kemunduran (1250-1500 M)      5

a.    Dinasti Jengiskhan      5
b.    Dinasti Timur Lenk      6
c.    Kaum Mamluk di Mesir      6
d.    Spanyol      7

2.    Fase Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M)      7

a.    Kerajaan Turki Usmani      7
b.    Kerajaan Safawi      8
c.    Keajaan Mughal      9

B.    Bekembangnya Politik, Sosial Ekonomi,
Kebudayaan, serta Pendidikan
Islam pada Abad Pertengahan      10

1.    Bidang Politik      10
2.    Bidang Sosial Ekonomi      10
3.    Bidang Kebudayaan      10
4.    Bidang Pendidikan      11

C.    Hikmah dari Perkembangan Islam pada Abad Pertengahan      11

BAB 3 (KESIMPULAN)      12

Daftar Pustaka      13

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Secara umum, periode perkembangan Islam dibagi menjadi tiga. Pertama yakni periode klasik atau yang lebih sering disebut dengan zaman kemajuan. Periode ini dibagi menjadi dua fase, yaitu fase ekspansi, intregasi, dan puncak kemajuan (650-1000 M) dan juga fase disintregasi (1000-1250 M). Kedua, yakni periode pertengahan atau yang sering dikenal dengan zaman kemunduran. Periode ini pun juga dibagi menjadi dua fase, yaitu fase kemunduran (1250-1500 M) serta fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M ). Dan yang terakhir adalah periode modern (1800-sekarang) yang disebut-sebut sebagai periode kebangkitan dari umat Islam.
Di sini, akan dibahas secara lebih rinci mengenai perkembangan Islam pada periode pertengahan atau zaman kemunduran. Agar kita bisa menelaah lebih dalam tentang sebab-sebab kemunduran umat Islam yang pada awalnya sempat mencapai puncak kejayaan. Dan nantinya tidak akan melakukan kesalahan yang sama seperti sebelumnya, sehingga kita sebagai umat Islam benar-benar bisa membangkitkan dan bahkan membawa Islam menuju puncak kejayaannya kembali.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana dunia Islam pada abad pertengahan?
2.    Bagaimana perkembangan politik, sosial ekonomi, kebudayaan, serta pendidikan Islam pada abad pertengahan?
3.    Apa hikmah dari sejarah perkembangan Islam pada abad pertengahan?

C.    TUJUAN PENYUSUNAN
1.    Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah SKI dan Budaya Lokal
2.    Menambah wawasan tentang dunia Islam pada abad pertengahan

D.    MANFAAT PENYUSUNAN
1.    Mengetahui gambaran dunia Islam pada abad pertengahan
2.    Mengetahui perkembangan politik, sosial ekonomi, kebudayaan, serta pendidikan Islam pada abad pertengahan
3.    Dapat mengambil hikmah dari sejarah perkembangan Islam pada abad pertengahan




BAB 2
PEMBAHASAN
A.    DUNIA ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN
1.    Fase Kemunduran (1250-1500 M)
a.    Dinasti Jengiskhan
Pada masa ini dunia Islam mengalami proses penghancuran oleh bangsa Mongol yang berasal dari pegunungan Mongolia dengan pemimpinnya yakni Jengiskhan yang menganut agama syamaniah atau penyembah binatang dan juga matahari terbit. Dinasti Jengiskhan sering disebut dengan dinasti Ilkhan, yakni suatu penghargaan atau gelar yang diberikan kepada Hulagukhan yang merupakan salah seorang keturunan dari Jengiskhan yang juga menganut agama syamaniah.
Kedatangan Dinasti Jengiskhan di dunia Islam diawali dengan menakhlukan wilayah-wilayah kerajaan Transoxania dan Khawarizm pada tahun 1219 M, Kerajaan Ghazna pada tahun 1221 M, Azarbaizan pada tahun 1223 M, dan Saljuk di Asia kecil pada tahun 1243 M. Setelah itu adanya serangan yang dilakukan di Baghdad oleh Hulagukhan pada tahun 1258 M hingga berujung pada pengepungan dan penghancuran benteng-benteng yang ada di kota ini dikarenakan Khalifah Al Mu’tasim tidak mau menyerah.
Akhirnya, Kota Baghdad dihancurkan dengan sebelumnya Khalifah dan keluarganya serta sebagian besar dari penduduk dibunuh dengan dipancung secara bergiliran. Setelah itu, pasukan Mongolia menyeberangi sungai Eufrat menuju Syria, kemudian melintasi Sinai. Pada tahun 1260 M mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Begitu pula daerah-daerah lain yang dilaluinya dapat ditaklukkan kecuali Mesir.
Demikianlah kondisi dunia Arab, terutama Baghdad dan sebagian besar daerah-daerah kerajan Islam lainnya, dikuasi oleh bangsa Mongolia selama kurang lebih 85 tahun di bawah perintah dinasti Ilkhan, yang tentunya banyak membawa kehancuran dan kemunduran di dunia Islam.
Namun dari sekian banyak penguasa dinasti Ilkhan, ada juga yang peduli terhadap pembangunan kembali peradaban yang telah diahancurkannya, antara lain Mahmud Ghazan, yakni raja Ilkhan pertama yang beragama Islam. Lalu, Mahmud Ghazan diganti oleh Muhammad Khudabanda Uljeitu, seorang penganut syi’ah yang ekstrim yang mendirikan kota raja Sulthaniyah dekat Zanja. Setelah itu diganti lagi, yakni oleh Abu Sa’id, pada masa ini terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Sepeninggal Abu Sa’id, Kerajaan Ilkhan menjadi terpecah belah. Masing-masing pecahan saling memerangi dan akhirnya mereka ditakhlukkan oleh Timur Lenk.

b.    Dinasti Timur Lenk
Dinasti Timur Lenk jauh lebih kejam apabila dibandingkan dengan Dinasti Jengiskhan, meskipun dinasti ini telah menganut agama Islam. Pada tanggal 10 April 1370 M Timur Lenk memproklamirkan diri sebagai penguasa tunggal di Tranxosiana dan berencana untuk menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengiskhan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya ia mengadakan pembantaian besar-besaran terhadap siapa saja yang menghalangi rencananya, misalnya di Afganistan ia membangun menara yang disusun dari 2000 mayat yang dibalut dengan batu dan tanah liat.
Setelah berhasil mengusai beberapa daerah seperti Hamah, Hom’s, Ba’labaka serta Damaskus, Timur lenk berambisi untuk menguasai kerajaan Usmani di Turki, karena kerajaan ini banyak menguasai daerah-daerah bekas imperium Jengiskan dan Hulagukhan. Dan pada tahun 1402 M terjadi pertempuran yang sangat hebat di Ankara. Tentara Usmani mengalami kekalahan dan Sultan Usmani (Bayazid I) sendiri tertawan dan mati dalam tawanan.
Setelah itu Timur Lenk kembali ke Samarkhand. Ia berencana mengadakan invasi ke Cina, namun di tengah perjalanan ia sakit dan akhirnya meninggal di usia 71 tahun, tepatnya pada tahun 1404 M dan mayatnya dibawa ke Samarkhand.
Sekalipun Timur Lenk ini terkenal sangat ganas dan kejam, tetapi ia sempat memperhatikan perkembangan Islam. Konon ia penganut Syi’ah yang ta’at dan menyukai tarekat Naqsyabandiyah, selalu mengikutsertakan para ulama, sastrawan dan seniman dalam setiap perjalanannya, dan sangat menghormati para ulama.

c.    Kaum Mamluk di Mesir
Satu-satunya penguasa Islam yang dapat memukul mundur tentara Mongolia (Hulagukhan) ialah tentara Mamalik yang saat itu sedang berkuasa di Mesir dibawah pimpinan Sulthan Baybars sebagai Sulthan yang terbesar dan termasyhur serta dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik berkuasa sejak tahun 1250 M menggantikan dinasti Al Ayyubi dan berakhir tahun 1517 M. Karena dapat menghalau tentara Hulagukhan, Mesir terhindar dari penghancuran, sebagaimana dialami di dunia Islam lain yang ditaklukkan oleh Hulagu.
Dinasti Mamalik ini mengalami kemajuan diberbagai bidang. Dalam bidang ekonomi, ia membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia, terutama setelah kejatuhan Baghdad oleh tentara Timur Lenk, membuat Kairo menjadi kota yang sangat penting yang menghubungkan jalur perdagangan antara Laut merah dan laut tengah dengan Eropa. Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongolia. Karena itu ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran,astronomi,matematika, dan ilmu agama. Demikain pula dalam bidang arsitektur, mereka membangun bangunan-bangunan yang megah seperti sekolah-sekolah, masjid-masjid, rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
Kerajaan Mamalik ini berakhir tahun 1517 disebabkan banyaknya panguasa yang bermoral rendah, suka berfoya-foya dan ditambah dengan datangnya musim kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit. Dilain pihak munculnya kekuatan baru, yaitu kerajaan Turki Usmani yang kemudia dapat memenangkan perang melawan tentara Mamalik. Kemudian Mesir ini dijadikan salah satu propinsi kerajaan Usmani di Turki.

d.    Spayol
Pada abad pertengahan ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar yang merupakan kekuatan Islam terakhir di Spanyol seteleh kurang lebih tujuh setengah abad lamanya menguasai wilayah ini. Kota-kota lain seperti Cordova telah jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1238 M, Sevilla lepas pada tahun 1248 M dan akhirnya Granada juga jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M. Hal ini disebabkan karena terjadinya perpecahan diantara umat Islam terutama orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Di lain pihak umat Kristen berhasil mempersatukan diri.
Abu Abdullah sebagai khalifah terakhir tidak mampu lagi membendung serangan-serangan Kristen yang dipimpin oleh Ferdinand dan Isabella, dan akhirnya dia menyerahkan diri dan hijrah ke Afrika utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol. Umat Islam setelah itu, dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.

2.    Fase Tiga Kerajaan Besar (1500-1800 M)

a.    Kerajaan Turki Usmani
Kerajaan Usmani didirikan oleh Umsan I yang menyatakan diri sebagai Padisyah al-Usmani (raja besar keluarga Usmani) pada tahun 699 H (1300 M). Pada tahun 1312 M Usman menyerang Kota Broessa di Bizantium yang kemudian dijadikan sebagai ibu kota kerajaannya. Beberapa tahun kemudian, Usman dapat menaklukkan sebagian benua Eropa dan pada masa Sultan Murad I, Usmani dapat menguasai Adrianopel yang kemudian dijadikan ibu kotanya yang baru. Setelah itu ditaklukkan pula Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah utara Yunani.
Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang untuk memkul mundur pasukan Usmani. Setelah mengalami pasang surut dengan disertai perjuangan yang besar akhirnya Kerajaan Usmani terselamatkan dan semakin memantapkan kedudukannya pada masa Sulaiman al-Qanuni.
Dalam pembangunan, Turki Usmani lebih memfokuskan pada bidang politik, kemiliteran, dan arsitektur. Pada bidang politik, Kerajaan Usmani melakukan perluasan daerah. Pada bidang militer, Kerajaaan Usmani membentuk kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Dan pada bidang arsitek, Dinasti Usmani membangun banyak bangunan megah seperti sekolah, rumah sakit, villa, makam, jembatan, dan masjid.
Setelah Sulaiman al-Qanuni wafat, Kerajaan Usmani mengalami masa kemunduran yang disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
•    Wilayah kekuasaaan yang sangat luas
•    Heterogenitas penduduk
•    Kelemahan para penguasa
•    Budaya suap dan pungli
•    Pemberontakan tentara Jenissar
•    Merosotnya ekonomi
•    Terjadinya stagnasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

b.    Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi didirikan oleh Syah Ismail Syafawi (Ismail I) pada tahun 907 H (1501 M) di Tabriz dengan wilayah kekuasannya yakni di sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Ottoman di Turki dan di sebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Islam Mogul di India. Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan tarikat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan dengan nama Tarikat Safawiyah yang diambil dari nama pendirinya, yakni Safiuddin.
Menurut ahli sejarah, tarikat Safawiyah mempunyai dua fase dalam perkembangannya. Fase pertama tarikat ini mempunyai dua corak, yakni corak Suni dan corak Syiah. Fase kedua terikat Safawiyah berubah menjadi gerakan politik pada masa pimpinan Junaid bin Ibrahim yang membentuk pemerintahan sendiri.
Kegiatan polotok Safawiyah mendapat tekanan dari Dinasti Kara Koyunlu sehingga memaksa Junaid meninggalkan Ardabil dan meminta perlindungan politik kepada Raja Ak Koyunlu, Uzun Hasan. Perjuangan tarkat Safawiyah beru berhasil pada masa pimpinan Ismail Safawi. Ismail dan para pengikutnya menghimpun kekuatan besar di Jihan untuk menaklukkan Ak Koyunlu yang telah berhasil mengalahkan Kara Koyunlu ketka bersekutu dengan kakeknya, Junaid. Akan tetapi, persekutuan itu pecah akibat persaingan politik. Ayahnya, Haidar mati terbunuh dalam suatu pertempuran di Syirwan.
Ismail dengan pasukan Qizilbash berhasil menaklukkan Syirwan dan menuju wilayah Ak Koyunlu. Pada tahun itu juga Ismail mendirikan Kerajaan Syafawi dan memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama. Para pengikutnya menganggap Ismail selain raja juga sebagai pimpinan ruhani. Ismail sendiri menganggap dirinya sebagai manifestasi Tuhan.
Kerajaan Syafawi mencapai puncak kejayaan pada masa Syah Abbas, dan setelah Raja Syah Abbas wafat kerajaan ini menglami kemunduran yang disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
•    Kerajaan dipimpin oleh raja-raja yang lemah
•    Konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Turki Usmani
•    Dekadensi moral yang terjadi pada para penguasa Kerajaan Syafawi
•    Konflik internal dalam merebutkan kekuasaan

c.    Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal di India dengan ibukota Delhi, didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur, putera dari Umar Mirza, penguasa Farghana (Asia Tengah) dan merupakan salah satu cucu Timur Lenk. Babur meninggal setelah memimpin Kerajaan Mughal selama 30 tahun, yakni dalam usia 48 tahun. Setelah itu, estafet kepemimpinan Kerjaan Mughal jatuh pada putera mahkota yang bernama Humayun.
Dalam melaksanakan pemerintahan, Humayun banyak menghadapi tantangan. Salah satunya pada tahun 1540 M, terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini Humayun mengalami kekalahan yang memaksanya melarikan diri ke Kadahar lalu ke Persia. Di Persia inilah ia menyusun kembali kekuatan militernya dengan dibantu oleh Raja Persia, Tahmasp. Setelah 15 tahun akhirnya Sher Khan Shah dapat dikalahkan. Lalu Humayun kembali ke India pada tahun 1555 M dan setahun kemudian ia meninggal karena terjatuh dari tangga perpustakaannya.
Tampuk kekuasaan berpindah ke tangan anaknya, yakni Akbar yang masih berusia 14 tahun. Karena usianya terlalu muda, maka urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan. Pada masa Akbar inilah Kerajaan Mughal mencapai puncak kejayaan. Akbar mampu mengatasi persoalan-persoalan di dalam negeri, yakni pemberontakan yang dilakukan oleh Biram Khan, kemudian mengadakan ekspansi ke  berbagai wilayah dan memimpin wilayah tersebut secara militeristik.
Setelah Raja Akbar wafat, ia digantikan oleh puteranya, Sultan Salim yang digelari Jahanggir. Dan setelah Jahanggir wafat, kerajaan diperebutkan oleh dua puteranya, yakni Syah Jahan dan Asaf Khan yang kemudian dimenangkan oleh Syah Jahan. Syah Jahan digelari Abul Mujaffar Sahabuddin Muhammad Sahib Qiran Sani Syah Jahan Padsah Gazi. Pada waku menjadi raja, Syah Jahan menikah dengan Mumtaz Mahal. Dan di antara peninggalan pemerintahan Syah Jahan yang terkenal adalah Taj Mahal, bangunan yang dipersembahkan bagi permaisurinya yang telah meninggal.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan Kerajaan Mughal mmundur dan akhirnya hancur, yakni:
•    Terjadi stagnasi dalam pembinaaan kekuatan militer
•    Kemrosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik
•    Pendekatan Aurangzeb terlampau kasar
•    Pewaris kerajaan paro terakhir adalah orang-orang yang lemah dalam bidang kepemimpinan
B.    PERKEMBANGAN POLITIK, SOSIAL EKONOMI, KEBUDAYAAN, SERTA PENDIDIKAN ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN

1.    Bidang Politik
Terjadi balance of power karena di bagian barat terjadi permusuhan antara bani Umayyah II di Andalusia dengan kekaisaran karoling di Perancis, sedangkan di bagian timur terjadi perseteruan antara bani Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium timur di semenanjung Balkan. Bani Abbasyah juga bermusuhan dengan Bani Umayyah II dalam perebutan kekuasaan pada tahun 750 M. Kekaisaran Karoling bermusuhan dengan kekaisaran Byzanium timur dalam memperebutkan Italia. Oleh karena itu terjadilah persekutuan antara Bani Abbasyah dengan kekaisaran Karoling, sedangkan bani Umayyah II bersekutu dengan Byzantium Timur. Persekutuan baru berakhir setelah terjadi perang salib.

2.    Bidang Sosial Ekonomi
Islam telah menguasai Andalusia pada tahun 711 M dan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Keadaan ini mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan Eropa. Islam berarti telah menguasai daerah timur tengah yang ketika itu menjadi jalur dagan dari Asia ke Eropa. Saat itu perdagangan ditentukan oleh negara-negara Islam. Hal ini menyebabkan mereka menemukan Asia dan Amerika.

3.    Bidang Kebudayaan
Melalui bangsa Arab (Islam), Eropa dapat memahami ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani dan Babilonia. Tokoh tokoh yang mempengaruhi ilmu pengetahuan dan kebudayaan saat itu antara lain sebagai berikut.

a.    Al Farabi (780-863 M)
Al Farabi mendapat gelar guru kedua (Aristoteles digelari guru pertama). Al Farabi mengarang buku, mengumpulkan dan menerjemahkan buku-buku karya aristoteles.

b.     Ibnu Rusyd (1120-1198 M)
Ibnu Rusyd memiliki pengaruh yang sangat besar di Eropa sehingga menimbulkan gerakan Averoisme (di Eropa Ibnu Rusyd dipanggil Averoes) yang menuntut kebebasan berfikir. Berawal dari Averoisme inilah lahir roformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M di Eropa. Buku-buku karangan Ibnu Rusyd kini hanya ada salinannya dalam bahasa latin dan banyak dijumpai di perpustakaan-perpustakaan Eropa dan Amerika. Karya beliau dikenal dengan Bidayatul Mujtahid dan Tahafutut Tahaful.

c.     Ibnu Sina (980-1060 M)
Di Eropa, Ibnu Sina dikenal dengan nama Avicena. Beliau adalah seorang dokter di kota Hamazan, Persia. Beliau juga seorang penulis buku-buku kedokteran dan peneliti berbagai penyakit, serta seorang filsuf yang terkenal dengan idenya mengenai paham serba wujud atau wahdatul wujud. Ibnu Sina juga merupakan ahli fisika dan ilmu jiwa. Karyanya yang terkenal dan penting dalam dunia kedokteran yaitu Al Qanun fi At Tibb yang menjadi suatu rujukan ilmu kedokteran.

4.    Bidang Pendidikan
Banyak pemuda Eropa yang belajar di universitas-unniversitas Islam di Spanyol seprti Cordoba, Sevilla, Malaca, Granada dan Salamanca. Selama belajar di universitas-universitas tersebut, mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas yang pertama kali berada di Eropa ialah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1213 M dan pada akhir zaman pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada universitas tersebut diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat.

C.    HIKMAH DARI SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN

1.    Semangat memperluas wilayah kekuasaan Islam. Semangat yang ditunjukkan oleh ketiga kerajaan ini terbukti dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam pada waktu itu.
2.    Sikap toleransi yang kuat. Pada kerajaan Turki Usmani, sikap toleransi ini dicontohkan pada masa Sultan Muhammad al-Fatih. Pada saat memimpin, ia menciptakan suasana yang toleran, negara yang aman dan damai. Kerukunan umat beragama antara Islam dan Kristen dapat terwujud walaupun berada dalam satu atap negara.
3.    Membebaskan masyarakat yang tertindas atau lemah. Penaklukkan wilayah yang demikian luas dilakukan oleh kaum muslim saat itu berdasarkan pada permintaan penduduk suatu negara yang ditindas oleh pemimpin mereka sendiri. Hal tersebut dikarenakan penduduknya berada di bawah pemerintah yang zalim atau karena kerajaan tersebut telah mengaggu wilayah-wilayah Islam.
4.    Pengembangan seni arsitektur Islam. Pada periode pertengahan, seni arsitektur Islam begitu dikenal oleh masyarakat dunia, terbukti denga banyaknya peninggalan-peninggalan yang dapat dinikmati hingga saat ini. Contoh peninggalan dengan gaya arsitektur Islam yang kemudian menjadi salah satu keajaiban dunia adalah Taj Mahal.
5.    Pengembangan ilmu pegetahuan. Islam memiliki kontribusi yang sangat besar dalam upaya menyebarkan ilmu pengetahua dan teknologi. Eropa memiliki kemajuan saat ini salah satunya disebabkan jasa sarjana-sarjana muslim yang telah menjadi mata rantai perkembangan ilmu pengetahuan kepada masyarakat Eropa.
6.    Ikhlas berjuang di jalan Allah. Niat yang tulus dan ikhlas ketika melakukan sesuatu karena Allah sangat dibutuhkan. Ketika niat telah berubah menjadi orientasi terhadap kekuasaan atau harta, maka dengan cepat kehancuran akan menimpa.





BAB 3
KESIMPULAN

Perkembangan Islam di dunia, tepatnya pada abad pertengahan dibagi menjadi dua fase, yakni fase kemunduran yang terjadi dari tahun 1250 M sampai 1500 M dan fase tiga kerajaan besar yang terjadi dari tahun 1500 M sampai 1800 M. Fase pertama, yakni fase kemunduran didominasi dengan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh dinasti Jengiskhan dan dinasti Timur Lenk. Sedangkan pada fase kedua, tiga kerajaan besar yang dimaksud adalah Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi, dan Kerajaan Mughal. Ketiga kerajaan tersebut pernah mencapai puncak kejayaannya masing-masing dan juga meninggalkan bukti keberadaan baik berupa tata cara yang dulu mereka lakukan atau mereka terapkan maupun berupa bangunan-bangunan yang sampai saat ini masih dapat kita lihat. Namun seiring berkembangnya zaman, ketiga kerajaan besar ini pun hancur dikarenakan beberapa faktor.
Meski demikian, kita sebagai umat muslim harus berbangga karena pada abad pertengahan ilmuwan-ilmuwan muslim membawa banyak perubahan ke arah positif, salah satunya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan-penemuan mereka masih digunakan dan tetap menjadi bahan pertimbangan dalam setiap penelitian sampai saat ini. Dan tugas kita untuk mengembangkan apa yang telah mereka wariskan, bukan malah menunggu umat dari agama lain yang mengembangkan ilmu-ilmu yang telah ada sekarang.

MUTAWATIR

A.    PENGERTIAN HADITS MUTAWATIR
Mutawatir (Arab: متواتر, mutawātir) ialah kata serapan Bahasa Arab yang bermaksud "diturunkan daripada seorang ke seorang". Hadits Mutawatir, yaitu hadits yang memiliki banyak sanad dan mustahil perawinya berdusta atas Nabi Muhammad SAW, sebab hadits itu diriwayatkan oleh banyak orang dan disampaikan kepada banyak orang. Contohnya, "Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka. " (H.R Bukhari, Muslim, Ad Darimi, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmizi, Abu Ha'nifah, Tabrani, dan Hakim).
Adapun hadis mutawatir menurut istilah ulama hadits adalah
حُوَ خَبْرٌ عَنْ مَحْسُوْسٍ رَوَاهُ عَدَدٌ جَمٌّ يُجِبُ فيِ العَادَةِ اِحَالَةُ اِجْتِمَاعِهِمْ و تَوَاطُئِحِمْ عَلى الْكَذِبِ
Khabar yang di dasarkan pada pancaindra yang di kabarkan oleh sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepekat untuk mengkabarkan berita itu dengan dusta.
Ada juga yang mengartikan hadis mutawatir sebagai berikut:
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur yang artinya berurutan. Sedangkan mutawatir menurut istilah adalah “apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari awal hingga akhir sanad”, atau “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti pendengarannya dan semacamnya”.

B.    PEMBAGIAN HADITS MUTAWATIR
Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi menjadi tiga, yakni Hadis Mutawatir Lafzi, Ma’nawi, dan ‘Amali.

1.    Hadis Mutawatir Lafzhi
Yang dimaksud hadis mutawatir lafzi adalah:
ما تواترت روايته على لفظ واحد
“Hadis yang mutawatir periwayatannya dalam satu lafzi.”
Hadis mutawatir lafzi ialah hadis yang makna dan lafadznya memang mutawatir. Contohnya :
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
“Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka kehendaknya ia bersiap-siap menempati tempatnya di neraka.”
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari 70 orang sahabat.

2.    Hadis Mutawatir Maknawi
Hadis mutawatir ma’nawi ialah:
ما تواتر معناه دون لفظه
“Hadis yang maknanya mutawatir, tetapi lafaznya tidak.”
Contoh hadis ini adalah:
وقال ابو موسى الأشعرى دعا النبي صلى الله عله وسلم ثم رفع يديه ورأيت بياض ابطيه
“Abu Musa Al-‘Asyari berkata: Nabi SAW berdoa kemudian mengangkat kedua tangannya dan aku melihat putih-putih kedua ketiaknya.”
Hadis-hadis yang menggambarkan keadaan Rasulullah SAW seperti ini ada sekitar 100 hadis. Masing-masing hadis menyebutkan Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, meskipun masing-masing (hadis) terkait dengan berbagai perkara (kasus) yang berbeda-beda. Masing-masing perkara tadi tidak bersifat mutawatir. Penetapan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa itu termasuk mutawatir karena pertimbangan digabungkannya berbagai jalur hadis tersebut.

3.    Hadis Mutawatir ‘Amali
Yang dimaksud dengan hadis ini ialah:
ما علم من الدين باالضرورة وتواتر بين المسلمين ان النبي صلى الله عليه وسلم فعله او امربه او غير ذلك وهو الذي ينطبق عليه تعريف الإجماع إنطباقا صحيحا
“Sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam, bahwa Nabi SAW mengerjakannya menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan pengertian ini sesuai dengan ta’rif Ijma.”
Macam hadis mutawatir ‘amali ini banyak jumlahnya, seperti hadis yang menerangkan waktu shalat, raka’at shalat, shalat jenazah, shalat ‘id, tata cara shalat, pelaksanaan haji, kadar zakat harta, dan lain-lain.

C.    KRITERIA HADIS MUTAWATIR
1.    Diriwayatkan Sejumah Orang Banyak
Perawi hadis mutawatir harus berjumlah banyak. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada perawi hadis tersebut dan tidak ada pembatasan yang tepat. Di antara mereka berpendapat 4 orang, 5 orang, 10 orang (karena ia minimal jamak katsrah), 40 orang, 70 orang (jumlah sahabat Musa) bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih (jumlah tentara Thalut dan ahli perang Badar). Namun, pendapat yang terpilih minimal 10 orang seperti pendapat Al-Ishthikhari.

2.    Adanya Jumlah Banyak pada Seluruh Tingkatan Sanad
Jumlah banyak pada setiap tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai akhir sanad. Jika jumlah banyak tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak dapat dikatakan mutawatir. Persamaan jumlah para perawi tidak berarti harus sama jumlah angka nominalnya, mungkin saja jumlah angka nominalnya berbeda, namun nilai verbalnya sama, yakni sama banyak. Misalnya, pada awal tingkatan sanad 10 orang, tingkatan sanad berikutnya menjadi 20 orang, 40 orang, 100 orang, dan seterusnya. Jumlah seperti itu tetap dikatakan sama banyak dan tergolong mutawatir.

3.    Mustahil Bersepakat Bohong
Misalnya para perawi dalam sanad itu datang dari berbagai negara yang berbeda, jenis yang berbeda, dan pendapat yang berbeda pula. Para perawi yang banyak ini secara logika mustahil terjadi kesepakatan berbohong secara uruf (tradisi). Pada masa awal pertumbuhan hadis, memang tidak bisa dianalogikan dengan masa modern sekarang ini. Di samping kejujuran, dan daya memori mereka yang masih handal, transportasi antar daerah tidak semudah sekarang, perlu waktu berbulan-bulan dalam kunjungan ke suatu negara. Berdarsarkan hal ini, jika periwayatan suatu hadis berjumlah besar sangat sulit bagi mereka sepakat bohong dalam periwayatan. Di antara alasan pengingkaran sunnah dalam penolakan mutawatir adalah pencapaian jumlah banyak tidak menjamin dihukumi mutawatir karena dimungkinkan adanya kesepakatan berbohong. Hal ini karena mereka menganalogikan dengan realita dunia modern dan kejujurannya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi jika ditunggangi masalah politik dan lain-lain. Demikian halnya belum dikatakan mutawatir karena sekalipun sudah mencapai jumlah banyak tetapi masih memungkinkan untuk berkonsensus bohong.

4.    Sandaran Berita pada Panca Indera
Maksud sandaran panca indera adalah berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata dan disentuh dengan kulit. Tidak disandarkan pada logika atau akal sepeti tentang sifat barunya alam.

D.    HUKUM MUTAWATIR
Hadis mutawatir memberifaedah ilmu dharuri atau yakin, dan wajib diamalkan. Artinya suatu keharusan seseorang meyakini kebenaran berita dari Nabi yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa ada keraguan sediitpun sebagaimana seseorang menyaksikan sendiri suatu peristiwa denga mata kepalanya, maka ia mengetahuinya secara yakin.
Dalam hadis mutawatir seseorang menerimanya secara mutlak tanpa hars meneliti dan memeriksa sifat-sifat perawi, karena dengan jumla yang sangat banyak mustahil bersepakat untuk berbohong. Tidak ada perselisihan antara kalangan para ulama tentang keyakinan faedah hadis mutawatir.
Khabar mutawatir memberi faedah ilmu dharuri, seserang menerimanya dan tidak dapat menolak. Ilmu dharuri adalah ilmu yang tidak memerlukan pemikiran karena permasalahannya sudah jelas dan gamblang tanpa dipikir terlebih. Ilmu yang dihasilkan secara dharuri diyakini kebenarannya dan pasti kebenarannya tidak ada keraguan. Hadis mutawatir dibenarkan isi beritanya tanpa penelitian dan peeriksaan para periwatnya.

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH AL-QUR’AN HADITS “MUHKAM DAN MUTASYABIH”

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
DaftarIsi

BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latarbelakang   
B.    Rumusanmasalah   
C.    Tujuanpenulisan   
1.    Tujuan Akademik
2.    Tujuan Fungsi

BAB 2 PEMBAHASAN
A.    PengertianayatMuhkandanMutasyabih
B.    Latar belakang ayat Muhkam dan Mutasyabih
C.    ContohayatMuhkamdanMutasyabih
D.    Alasan adanya Muhkam dan Mutasyabih
E.    Hikmah adanya Muhkam dan Mutasyabih

BAB 3 PENUTUP
A.    Kesimpulan

Daftar Pustaka







BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Di dalam kitab suci Al Qur’an disebutkan kata Muhkam yang tepatnya berada di Q.S. Al Hud: 1, dan juga kata Mutasyabih yakni di Q.S. Zumar: 23. Kedua kata tersebut memiliki arti ataupun makna yang berbeda. Banyak kalangan yang mencoba untuk berpendapat mengenai makna kedua kata tersebut, hingga kadang terjadi kontroversi diakibatkan perbedaan pendapat yang muncul di antara kalangan-kalangan tersebut.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Apa pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih?
2.    Apa latar belakang terjadinya Muhkam Mutasyabih?
3.    ManakahcontohayatMuhkamdanmutasyabih?
4.    Apa alasan adanya Muhkam dan Mutasyabih?
5.    Apakah hikmahdari adanya ayat muhkam dan mutasyabih?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.    Tujuan Akademik
•    Memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Hj. Marhumah
•    Mendapat nilai tugas
•    Menambah ilmu serta wawasan mengenai muhkam wal mutasyabih
2.    Tujuan Fungsi
•    Mengetahui pengertian dari Muhkam dan Mutasyabih
•    Mengetahui latar belakang adanya Muhkam dan Mutasyabih
•    Dapat memberikan contoh ayat Muhkam dan Mutasyabih
•    Mengetahui alasan mengapa ada ayat Muhkam dan Mutasyabih
•    Mengetahui hikmah tentang adanya Muhkam dan Mutasyabih

BAB 2
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH
Muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak dan batil, serta memisahkan urusan yang lurus dari yang sesat(QS. Hud:1).Pendapat lain mengatakan bahwa kata Muhkam berasal dari kata ihkamyang berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Namun secara pengertian ini pada dasarnya kata tersebut kembali kepada makna pencegahan.Kata muhkam merupakan pengembangan dari kata “ahkama, yuhkimu, ihkaman” yang secara bahasa adalah atqona wa mana’ayang berarti mengokohkan dan melarang. Sedangkan secara terminology muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain.
Sedangkan Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyahabad Isttabaha berarti dua hal yang masing-masing menyerupai yang lainnya.Sedangkan secara terminology Al Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelasmaksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau Allah yang mengetahuinya.(QS. Az-Zumar: 23 dan QS. Ali-Imran: 7).

B.    LATAR BELAKANG MUHKAM DAN MUTASYABIH
Ilmu Muhkam wal Mutasyabih di latar belakangi oleh adanya perbedaan pendapat ulamatentang adanya hubungan suatu ayat atau surat yang lain. Sementara yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak berhubungan. Disebabkan pendapat ini, maka suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-Qur’an cukup penting kedudukannya.

C.    CONTOH AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
1.    Contoh Ayat Muhkam
a.    QS. An-Nisaa: 12, yang artinya:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja) , maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahi lagi Maha Penyantun.”
b.     QS. An-Nur: 4, yang artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita  yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”
2.    Contoh Ayat Mutasyabih
a.    QS. Al-Baqarah: 228, yang artinya:
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lag Maha Bijaksana.”
b.     QS. Thaha: 5, yang artinya:
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang Maha bersemayam di atas ‘Arsy.”

3.    ALASAN ADANYA MUHKAM DAN MUTASYABIH
Secara tegas dapat dijelaskan bahwa adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih itu karena Allah SWT  menjadikannya demikian itu. Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat Muhkam dan Mutasyabih, keduanya kerap menjadi bahan kontroversial yang sepertinya selalu menjadi bahan kajian dalam disiplin ilmu tafsir. Dengan memahami perbedaannya akan menjadi paham ayat Muhkam dan Mutasyabih.

4.    HIKMAH  AYAT MUHKAM  DAN MUTASYABIH
1.    Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat
a.    Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b.      Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c.     Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
d.     Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
2.    Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat
a.    Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
b.     Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
c.    Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
d.    Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
e.      Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.









BAB 3
KESIMPULAN
Di dalam Al-Quran terdapat ayat muhkam dan ayat mutasyabih. Ayat muhkam adalah yang yang kokoh dan jelas yang mudah dipahami, sehingga tidak memerlukan keterangan lain. Sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat yang serupa dalam arti masih samar, sehingga masih diperlukan keterangan lain. Ayat muhkam dan mutasyabih ini dilatarbelakangi oleh sejumlah ulama yang berbeda pendapat tentang hubungan satu ayat atau satu surat yang lain. Hikmah dari adanya ayat muhkam itu adalah memudahkan orang dalam memahami bahasa ataupun maksud dari Al-Quran terutama bagi orang yang masih awwam. Sedangkan hikmah dari adanya ayat mutasyabih adalah untuk membuktikan kelemahan akal manusia dan menunjukkan kemukjizatan Al-Quran. Inti dari semua ini adalah bahwa semua ayat Al-Quran itu muhkam karena semua ayat itu kokoh dari Alloh SWT, dan semua ayat itu mutasyabih secara umum karena sangat memerlukan penjelasan.

























DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, 1994,  Al-Quran dan Hadits, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 130).
Ebdaaprillia.wordpress.com/hmtl.
Abdul Wahid, Ramli, 1993, Ulumul Qur’an 1, (Rajawali, Jakarta: 81).
Anawar, Rosihin. M.Ag, Ulumul Qur’an, (CV Pustaka Setia, Jakarta: 5).
Makalah%20Ilmu%20Al-Qur%E2%80%99an%20_%20MUHAMMAD%20JIHAD.htm

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH PSIKOLOGI UMUM “MOTIVASI”

DAFTAR ISI

Kata Pengantar     2
Daftar Isi     3
Bab 1 (Pendahuluan)     4
A.    Latar Belakang     4
B.    Rumusan Masalah     4
C.    Tujuan Penyusunan     4
D.    Manfaat Penyusunan     4
Bab 2 (Pembahasan)     5
A.    Pengertian Motivasi     5
B.    Lingkaran Motivasi     5
C.    Jenis Motif     8
Bab 3 (Kesimpulan)     10
Daftar Pustaka     11














BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Setiap hari manusia pasti melakukan aktivitas, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Aktivitas masing-masing individu pun tidak sama, berbeda-beda menurut kebutuhan masing-masing individu yang berbeda pula. Aktivitas yang kita lakukan tersebut bukanlah tanpa alasan, melainkan karena adanya suatu dorongan dari dalam diri yang berasal dari kebutuhan atau keinginan kita sendiri. Dorongan inilah yang kerap kali tidak diperhatikan oleh manusia. Padahal tanpa dorongan ini, mustahil manusia dapat melakukan aktivitas seperti yang dapat kita lakukan sekarang.
Oleh karenanya, melalui makalah ini saya akan mencoba sedikit menjelaskan tentang dorongan yang telah disebutkan sebelumnya, yakni dorongan yang kita sebut sebagai “motivasi” serta hubungannya dengan aktivitas dan tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Apa pengertian dari motivasi?
2.    Apa saja yang ada di dalam lingkaran motivasi?
3.    Apa saja jenis dari motif?

C.    TUJUN PENYUSUNAN
1.    Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Psikologi Umum
2.    Menambah wawasan tentang motivasi

D.    MANFAAT PENYUSUNAN
1.    Mengetahui pengertian dari motivasi
2.    Mengetahui apa saja yang ada di dalam lingkaran motivasi
3.    Mengetahui jenis-jenis dari motif









BAB 2
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi berasal dari kata motif atau yang dalam Bahasa Inggrisnya adalah motive, yang juga berasal dari kata motion yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif erat hubungannya dengan gerak, yaitu gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. Sedangkan motivasi sendiri merupakan istilah yang lebih umum, yang merujuk kepada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.
Ada beberapa pendapat mengenai motif. Salah satu pendapat mengatakan bahwa motif merupakan energi dasar yang terdapat dalam diri seseorang. Sigmund Freud adalah salah seorang sarjana yang berpendapat demikian. Tiap tingkah laku, menurut Freud didorong oleh suatu energi dasar yang disebut instink. Sarjana-sarjana lain yang juga mengakui motif sebagai energi dasar, antara lain:
1.    Bergson dengan teori elan vital mengakui adanya faktor yang bersifat nonmaterial yang mengatur tingkah laku.
2.    Mc. Dougall dengan teori hormic, mengatakan bahwa tingkah laku ditentukan oleh hasrat, kecenderungan bekerjanya analog dengan kenyataan-kenyataan dalam dunia ilmu alam dan ilmu kimia.
Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi mempunyai fungsi sebagai perantara pada organisme atau manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

B.    LINGKARAN MOTIVASI
Dorongan atau kehendak timbul karena ada kekurangan atau kebutuhan yang menyebabkan keseimbangan (equilibrium) dalam jiwa seseorang terganggu. Dengan kata lain, dorongan atau kehendak timbul kalau dalam jiwa seseorang terjadi keadaan tidak seimbang (disequilibrium). Suatu tingkah laku selalu menuju ke suatu tujuan (goal) yang dapat mengembalikan equilibrium adalah sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam setiap tingkah laku, yaitu prinsip homeostasis, prinsip mempertahankan keseimbangan dalam jiwa manusia.
Prinsip homeostasis sebetulnya tidak terdapat pada manusia saja, melainkan juga terdapat pada hewan. Misalnya ketika seekor hewan perutya kosong, terjadi disequilibrium, maka hewan itu akan bertindak mencari makanan dan makan sampai kenyang, sampai equilibrium tercapai kembali. Tetapi prinsip homeostasis pada hewan bersifat statis, karena setelah kenyang mungkin ia akan tidur sampai ia merasa lapar dan makan lagi, begitu pun seterusnya. Sedangkan pada manusia, kalau ia kenyang, akan timbul disequilibrium baru yang lebih tinggi sifatnya, misal ia ingin membaca sehabis makan. Demikian juga pada seorang anak yang sudah tamat Sekolah Dasar misalnya, tidak akan timbul hasrat untuk mengulangi pelajarannya dari kelas satu Sekolah Dasar kembali, tetapi ia ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, misalnya SMP, jadi timbul disequilibrium baru yang lebih tinggi. Dengan demikian, homeostasis yang terdapat pada manusia bersifat dinamis. Donald Olding Hebb, dalam bukunya yang berjudul “A Textbook of Psychology” memaparkan bahwa tingkah laku dapat digolongkan sebagai homeostatis hanya jika pengaruhnya adalah menteraturkan lingkungan internal, membetulkan penyimpangan dari sejumlah (level) titik nol atau normal.
Maka tingkah laku bermotivasi dapat dirumuskan sebagai: “tingkah laku yang dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan agar dengan demikian suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan”. Dalam perumusan tersebut kita lihat beberapa unsur pada tingkah laku membentuk suatu lingkaran yang disebut lingkaran motivasi (motivational cycle) yang dapat digambarkan sebagai berikut:


                       KEBUTUHAN

   
    TINGKAH LAKU     TUJUAN



Kebutuhan:
Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan, mulai dari kebutuhan primer atau kebutuhan dasar atau kebutuhan fisiologis, yakni suatu kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi akan menyebabkan manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya, contohnya makanan dan oksigen. Selain kebutuhan primer ada juga kebutuhan sekunder atau kebutuhan psikologis, kebutuhan yang memberikan perasaan sejahtera dan bahagia bagi manusia, contohnya kebutuhan akan pujian, kasih sayang, keleluasaan bertindak, perasaan aman dan bebas, dsb.
Tingkah Laku:
Tingkah laku di sini yakni, apakah sesuai atau tidak sesuai, baik atau tidak baik, melanggar atau tidak melanggar norma. Jadi berbeda dengan pengertian sehari-hari tingkah laku yang dimaksud di sini meliputi dari kelakuan yang baik sampai kelakuan yang tidak baik. Misalnya, seorang anak yang ingin sekali diberi uang oleh ibunya ia bisa bertingkah laku merengek-rengek, berguling-guling di lantai, mengancam atau merusak barang-barang.
Tujuan:
Tujuan dapat berfungsi untuk memotivasi tingkah laku. Tujuan juga menentukan seberapa aktif kita akan bertingkah laku, sebab tingkah laku selain ditentukan oleh motif dasar juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Kalau tujuannya menarik, kita akan lebih aktif bertingkah laku. Misalnya, pada suatu saat kita ingin menonton bioskop. Besar atau tidaknya keinginan untuk menonton bioskop itu tergantung dari filmnya, menarik atau tidak. Jadi, film berfungsi untuk menentukan seberapa aktif tingkah laku kita.
Frustasi:
Dalam bertingkah laku belum tentu orang bisa mencapai tujuannya, karena untuk sampai kepada tujuan kemungkinan ada rintangan yang harus diatasi. Kalau seseorang tidak dapat mengatasi rintangan yang dihadapinya sehingga tujuan dari tingkah laku tidak tercapai atau hanya tercapai sebagian saja, maka akan timbul perasaan kecewa, tidak puas atau lebih dikenal dengan istilah frustasi pada orang yang bersangkutan. Jadi, frustasi adalah perasaan atau keadaan kejiwaan tertentu yang timbul pada diri seseorang manakala ia berada dalam situasi di mana kebutuhan tidak terpenuhi atau kehendak tidak terpuaskan atau tujuan tidak tercapai. Dengan kata lain, frustasi terjadi apabila lingkaran motivasi tidak terbentuk.
Jenis-jenis frustasi, yakni:
1.    Frustasi lingkungan, yaitu frustasi yang disebabkan oleh halangan atau rintangan yang terdapat dalam lingkungan. Misalnya, seseorang ingin segera pulang, tetapi tidak bisa mendapatkan bus karena semua bus penuh.
2.    Frustasi pribadi, yaitu frustasi yang tumbuh dari ketidakpuasan seseorang dalam mencapai tujuan. Dengan perkataaan lain, frustasi ini terjadi karena adanya perbedaan antara tingkatan aspirasi dengan tingkatan kemampuannya. Misalnya, seorang anak ingin menjadi juara lari di sekolahnya padahal keadaan fisiknya tidak memungkinkan.
3.    Frustasi konflik, yaitu frustasi yang disebabkan oleh konflik dari berbagai motif dalam diri seseorang. Dengan adanya motif-motif yang saling bertentangan, maka pemuasan dari salah satu motif akan menyebabkan frustasi bagi motif yang lain.


C.    JENIS MOTIF
Untuk mempermudah dalam mempelajari berbagai motif, para sarjana membagi macam-macam motif ke dalam beberapa golongan. Salah satu sarjana yang melakukan hal tersebut adalah W.I. Thomas yang menggolongkan motif menjadi empat macam, yakni:
1.    Motif rasa aman, yaitu motif dasar dan primer yang meliputi kebutuhan akan rasa aman dan terhindar dari bahaya. Tergolong dalam motif ini adalah motif yang didasari oleh kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut:
a.    Kebutuhan fisiologis, misalnya lapar dan haus. Kebutuhan-kebutuhan di sini tidak mengganggu secara kronis, melainkan hanya timbul sewaktu-waktu secara periodis dan akan reda bila telah terpenuhi. Namun, dalam keadaan ekstrim dan darurat, misalnya pada orang yang tersesat di padang pasir, kebutuhan ini menjadi vital dan bisa membahayakan kalau tidak segera dipenuhi.
b.    Kebutuhan akan keselamatan, yakni kebutuhan untuk melindungi diri dari ancaman bahaya. Contoh bahaya di sini yakni seperti kehilangan kasih sayang orang tua, tertabrak mobil di jalan, terserang penyakit, dsb.
c.    Kepercayaan dan kesesuaian diri dengan lingkungan, timbul karena manusia tidak cukup mengetahui tentang gejala-gejala alam di sekelilingnya dan tidak menguasai gejala-gejala itu, misalnya gunung meletus, gerhana, serta kematian sehingga manusia perlu menyusun sistem kepercayaan (mitos, legenda, agama, dsb) di mana dijelaskan mengenai gejala-gejala alam tersebut dan dijelaskan pula kedudukan manusia di alam ini. Dalam kepercayaan ini manusia merasa dirinya aman dan terlindung karena ia sudah mengerti gejala-gejala alam tersebut.

2.    Motif respons, merupakan keinginan manusia untuk berhubungan dengan manusia lain secara intim dan bersahabat. Berbeda dengan motif rasa aman yang timbul sewaktu-waktu, motif ini bersifat terus-menerus, tidak terputus-putus, dan ada setiap saat. Termasuk dalam golongan motif ini adalah:
a.    Kasih sayang
b.    Cinta
c.    Sosialisasi

3.    Motif pengalaman baru. Termasuk dalam golongan ini adalah:
a.    Keingintahuan, yakni mendorong orang untuk mengetahui atau menyelidiki hal-hal yang masih baru atau asing baginya.
b.    Pernyataan diri, yakni kebutuhan untuk mendapat pengalaman-pengalaman baru melalui tingkah laku yang tidak biasa, lain dari pada yang lain dan tidak mau dipengaruhi oleh pendapat orang lain.
c.    Variasi, yakni motif untuk menyimpang dari kebiasaan atau kehidupan rutin.
d.    Dominasi, yakni motif untuk menang dari orang lain atau menguasai orang lain.
4.    Motif pengenalan diri, didasarkan dari kebutuhan untuk dipandang oleh masyarakat sebagai seseorang yang mempunyai kepribadian tersendiri, mempunyai pandangan sendiri, mempunyai nilai-nilai sendiri. Termasuk dalam golongan motif ini adalah:
a.    Harga diri, yakni penghargaan atau penilaian terhadap diri seseorang.
b.    Status, yakni kebutuhan akan kedudukan atau posisi tertentu dalam masyarakat, sesuai dengan peranan atau tugas seseorang dalam masyarakat.
c.    Prestise, yakni kebutuhan untuk dipandang dan dihargai oleh masyarakat sesuai dengan statusnya.





















BAB 3
KESIMPULAN

Motivasi berasal dari kata motif yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. Sedangkan motivasi sendiri merupakan istilah yang lebih umum, yang merujuk kepada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.
Beberapa unsur pada tingkah laku membentuk suatu lingkaran yang disebut lingkaran motivasi (motivational cycle) yang terdiri dar kebutuhan, tingkah laku, dan tujuan. Selain itu juga dikenal istilah frustasi di mana frustasi ini merupakan akibat dari tidak terbentuknya lingkaran motivasi.
Dan untuk mempermudah dalam mempelajari berbagai motif, para sarjana membagi macam-macam motif ke dalam beberapa golongan. Salah satu sarjana yang melakukan hal tersebut adalah W.I. Thomas yang menggolongkan motif menjadi empat macam, yakni motif rasa aman, motif respons, motif pengalaman baru, dan motif pengenalan diri.














DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Drs. H. Ahmad, Psikologi Umum untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, 1997, Bandung: CV. Pustaka Setia
Mappiare, Donald Olding, Psikologi, 1968, Surabaya: Usaha Offset Printing
Dirgagunarsa, Prof. Dr. Singgih, Pengantar Psikologi, 1983, Jakarta: Mutiara Jakarta

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH PANCASILA “IMPLEMENTASI NILAI KETUHANAN DI LINGKUP KAMPUS”

BAB 2
PEMBAHASAN
A.    PENERAPAN NILAI KETUHANAN DALAM PROSES PERKULIAHAN
Sesuai dengan sila pertama dari dasar negara kita atau Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” maka jelaslah bahwa negara kita, Indonesia meyakini bahwasannya Tuhan itu esa atau satu. Sila ini tidak hanya untuk masyarakat Indonesia yang beragama Islam saja, melainkan empat agama lain yang diakui Indonesia pun juga harus memiliki keyakinan yang sama. Di sini, Indonesia memberikan kebebasan kepada rakyatnya untuk meyakini hal tersebut menurut kepercayaan masing-masing sesuai agama yang dianut.
    Selain kita mengetahui bahwa Tuhan itu esa atau satu, sila pertama dari pancasila juga memberikan pesan bahwa warga masyarakat Indonesia haruslah memiliki keyakinan atas Ketuhanan itu sendiri. Maksudnya, rakyat Indonesia tidak diperkenankan menjadi seorang atheis atau seseorang yang tidak memiliki agama.
    Di samping dari semua itu, kita kembalikan lagi pada salah satu fungsi dari Pancasila itu sendiri, yakni sebagai dasar pedoman dalam berkehidupan. Dari sini kita tahu bahwa Pancasila, khususnya sila pertama harus selalu ada dalam tiap aktivitas yang kita lakukan, salah satu contohnya yakni dalam proses perkuliahan. Kita sebagai Mahasiswa, terlebih Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tentunya harus menerapkan nilai Ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari termasuk ketika di kampus atau dalam proses perkuliahan. Hal itu kita lakukan selain karena memang kita memiliki kewajiban dari Allah SWT juga sebagai tanggungjawab kita sebagai warga negara yang harus mentaati ketentuan di negara kita yang dalam hal ini adalah menjadikan sila pertama dari lima dasar negara kita sebagai dasar pedoman dalam berkehidupan termasuk dalam proses perkuliahan.

B.    Implementasi dari Nilai Ketuhanan dalam Proses Perkuliahan
Dalam proses perkuliahan khusunya di UIN Sunan Kalijaga, tentu sangat banyak contoh implementasi dari nilai Ketuhanan yang dapat kita terapkan. Namun, di sini kami memberikan garis besar dari implementasi-imlementasi yang ada menjadi enam butir contoh, yakni:
1.    Mendahulukan ibadah khusunya ibadah wajib dibanding urusan lain di kampus, seperti diskusi.
2.    Memberikan toleransi pada teman yang memiliki paham agama yang berbeda.
3.    Selalu berdoa setiap akan melakukan apapun, contohnya sebeum dan sesudah perkuliahan berlangsung.
4.    Memberikan sentuhan agama di setiap mata kuliah meski mata kuliah yang bersangkutan terkesan tidak berhubungan dengan agama, seperti pada mata kuliah psikologi, biologi, dan kimia.
5.    Dapat menjaga dan membatasi diri sendiri, contohnya ketika di dalam kelas, meski dicampur antara Mahasiswa laki-laki dan perempuan namun kita harus tetap menjaga akhlakul karimah kita.
6.    Menggunakan waktu luang ketika di kampus dengan melakukan hal-hal yang positif, seperti membaca kitab suci Al-Qur’an atau berdzikir.

C.    Dampak Implementasi dari Nilai Ketuhanan terhadap Mahasiswa
Apabila ditanya apakah ada dampak implementasi dari nilai Ketuhanan ini terhadap Mahasiswa, maka jawabannya sudah pasti ada. Secara garis besar kami mengambil tiga dampak utama dari implementasi ini, yakni:
1.    Meningkatkan ketaqwaan Mahasiswa terhadap Allah SWT
2.    Membuat Mahasiswa terbiasa ber-akhlakul karimah
3.    Meningkatkan rasa persaudaraan antar Mahasiswa


















BAB 3
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya nilai Ketuhanan merupakan salah satu butir nilai dari lima butir nilai yang terkandung dalam dasar negara kita, Pancasila yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang dalam hal ini juga termasuk dalam proses perkuliahan. Hal itu dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara memiliki fungsi sebagai dasar pedoman dalam berkehidupan, yang berarti nilai dari Pancasila tersebut harus selalu ada dalam tiap aktivitas yang kita lakukan termasuk dalam proses perkuliahan.
Nilai Ketuhanan tadi kita terapkan dengan cara mengimplementasikannya dalam proses perkulihan, seperti dengan memberikan sentuhan agama di setiap mata kuliah. Dari sini kita dapat memetik dampaknya, yakni berupa meningkatnya ketaqwaan kita terhadap Allah SWT.

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH FILSAFAT UMUM “EKSISTENSIALISME” (MARTIN HEIDEGGER)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar     2
Daftar Isi     3
Bab 1 (Pendahuluan)     4
A.    Latar Belakang     4
B.    Rumusan Masalah     4
C.    Tujuan Penyusunan     4
D.    Manfaat Penyusunan     4
Bab 2 (Pembahasan)     5
A.    Biografi Martin Heidegger     5
B.    Eksistensialisme secara Umum     5
C.    Eksistensialisme Menurut Martin Heidegger     7
Bab 3 (Kesimpulan)     9
Daftar Pustaka     10














BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dunia filsafat terus mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Dari zaman Yunani Kuno, yakni ribuan tahun yang lalu atau zaman sebelum masehi hingga saat ini telah banyak perubahan-perubahan baik dari tema permasalahannya maupun dari pemikiran-pemikiran para filsufnya. Dari filsafat kuno yang permasalahannya masih seputar materiali, berkembang menjadi pemikiran abad pertengahan yang didominasi pemikiran pra-skolatisisme, skolatisisme, mitisisme. Setelah itu terjadi lagi peralihan pemikiran ke masa transisi yang menjadi tonggak pemikiran modern. Setelah masa ini, terjadi lagi lompatan pemikiran ke masa pencerahan (engligtement). Dan hingga kini berakhir pada filsafat modern yang pemikirannya bergelut pada persoalan seperti realisme, neo-idealisme, pragmatisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitik, dan lain-lain.
Di sini akan dibahas secara khusus pada satu pemikiran yang menitik beratkan persoalannya pada eksitensi manusia, yakni gerakan eksistensialisme. Di dalam eksistensialisme sendiri sebenarnya terdapat beberapa orang tokoh atau filsuf, seperti Soren Aabye Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Karl Jaspers, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, serta Jean Paul Sartre. Namun dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan pada satu tokoh atau filsuf saja, yakni Martin Heidegger.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Seperti apakah sosok seorang Martin Heidegger?
2.    Apa yang disebut dengan eksistensialisme?
3.    Bagaimanakah eksistensialisme menurut Martin Heidegger?

C.    TUJUAN PENYUSUNAN
1.    Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Filsafat Umum
2.    Menambah wawasan tentang eksistensialisme baik seara umum maupun menurut Martin Heidegger

D.    MANFAAT PENYUSUNAN
1.    Mengetahui sosok seorang Martin Heidegger
2.    Mengetahui bagaimana eksistensalisme secara umum
3.    Mengetahui eksistensialisme menurut Martin Heidegger



BAB 2
PEMBAHASAN

A.    BIOGRAFI MARTIN HEIDEGGER
Martin Heidegger adalah seorang filsuf asal Jerman yang lahir pada tanggal 26 September 1889 di Baden, Jerman. Heidegger adalah anak dari seorang koster di gereja St. Martinus. Ketika muda ia belajar di Konstanz, kemudian ia masuk ke Universitas Freiburg, jurusan teologi. Tak lama setelah itu ia beralih menekuni bidang filsafat dan meraih gelar doktor filsafat lewat desertasinya, Die Lehre Vom Urteil im Psychologimus. Pada tahun 1915 Heidegger mulai mengajar di Universitas Freiburg.
Di Universitas Freiburg ini, Heidegger dipercaya menjadi asisten dari Edmund Husserl, seorang tokoh fenomenologi yang ilmunya telah di dalami oleh Heidegger sewaktu duduk di bangku kuliah. Setelah itu pada tahun 1923, Heidegger diangkat menjadi professor di Universitas Marburg. Dan tak lama kemudian, yakni pada tahun 1928 ia diangkat menjadi professor di bekas kampusnya sendiri, yakni Freiburg menggantikan Husserl.
Heidegger menjabat sebagai rektor pada masa kekuasaan Hittler. Hal ini tentunya mengundang kritikan dari banyak pihak. Mereka menyayangkan keterlibatan Heidegger dalam membantu aktivitas Nazi. Inilah yang membuat Heidegger mengundurkan diri dan lebih memilih untuk hidup menyepi di desa terpencil hingga akhir hayatnya.

B.    EKSISTENSIALISME SECARA UMUM
Pembahasan mengenai eksistensialisme dimulai dari kata eksistensi, yang berasal dari kata Latin existere, yakni ex berarti keluar dan sitere berarti membuat berdiri. Artinya, apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa saja yang dialami. Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ‘ada’.
    Dalam konsep eksistensi, satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta. Setiap hal yang ada itu mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu eksisten. Dengan demikian jika sesuatu sama sekali tidak berhubungan dengan eksistensi maka juga sama sekali tidak tampil sebagai suatu eksisten.
Kesempurnaan eksistensi terletak di dalam “segala sesuatu”. Konsep eksistensi sebagai suatu yang paling komprehensif dan paling universal mempunyai landasan objektif. Ia bukan sekedar kata kosong atau khayalan pengertian kita belaka, tetapi konsep ini memiliki keluasan yang paling luas melampaui semua bidang. Dan dalam pengertian dasarnya, eksistensi adalah kesempurnaan fundamental dari setiap eksisten.
    Dalam gerakan eksistensialisme, istilah eksistensi dan eksistensial merupakan pengembangan istilah eksistensi. Dalam Bahasa Indonesia, kedua istilah ini bermakna sama, namun dalam Bahasa Inggris kedua istilah ini dibedakan dengan kata “existential” dan “existensiell”. Kedua istilah ini berasal dari filsafat eksitensialisme Jerman. Kata eksitensial menunjuk pada pengalaman akan realita dan berbagai dimensi kehidupan. Kemudian menunjuk bahwa kesadaran seseorang yang dalam bertindak dan memilih dapat menciptakan dan mengekspresikan identitas dirinya sendiri dalam proses bertindak dan memilih yang bertanggung jawab. Pengalaman terlibat kuat dalam hidup, baik dalam pemenuhannya maupun dalam kesulitannya.
    Kata eksistensial dapat dipakai sebagai kata benda dan sifat, yang menjelaskan apa yang menentukan pengertian mansuia terhadap dirinya sendiri yang independen terhadap pilihan bebasnya sendiri. Dengan demikian eksistensi seseorang itu adalah sebagaimana adanya dalam dunia. Sedangkan istilah “eksistensiil” adalah apa yang mempengaruhi hidup konkrit seseorang pada saat ini dan di tempat ini. Istilah ini dipikirkan sebagai akibat pilihan bebas.
Eksistensialisme adalah suatu pemikiran yang menggema dengan pengaruh yang luas. Meski belum berkembang secara sistematis sampai saat ini, namun titik awal gerakan ini sudah dimulai sejak abad ke-19. Tema khusus dari eksistensialisme ini sesungguhnya suatu kritikan tajam terhadap hasil-hasil yang timpang dari idealisme Jerman, yakni idealisme Hegel yang menguraikan bahwa pribadi individu itu dijabarkan pada suatu fase yang berkembang dalam ide absolut yang demikian kepenuhan eksistensi pribadi dijadikan ungkapan niscaya dari suatu konsep atau ide.
Begitu gerakan eksistensialisme muncul, sentral pemikiran beralih menekankan harkat individu sejati. Penekanan ini sebagai reaksi atau perilaku masyarakat modern yang sudah menyimpang dari nilai-nilai kemanusiaan. Gerakan ini ingin menyelamatkan perilaku masyarakat modern yang hanya mengejar materi.
Filsuf-filsuf eksistensialisme mengatakan bahwa konsep eksistensi manusia itu menampakkan diri pertama-tama sebagai bentuk manusia yang terkurung oleh kontingensi. Keadaan ini merupakan dasar dari determinasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam kontingensi, manusia selalu menemukan diri sebagai eksistensi manusiawi dalam dunia. Pemikiran ini kemudian berkembang ke aneka ragam bentuknya.
Gerakan eksistensialisme juga muncul sebagai reaksi terhadap kegiatan manusia yang cenderung ke hal-hal yang sifatnya hanya duniawi. Keadaan ini menyebabkan manusia akan kehilangan dirinya. Berapa pun banyaknya limpahan dari hal-hal yang bersifat duniawi, manusia tetap akan merasa cemas akan ketiadaan dan keterbatasan. Keterbatasan inilah yang nantinya akan menghalangi seberapa pun besarnya usaha kesadaran kita.
Serta apabila eksistensial dikaitkan dengan hal-hal yang irasional maka hal itu akan mengundang bahaya. Bahaya ini jika realitas objektif hanya ‘ada’ sejauh manusia memproyeksikannya sebagai manifestasi dari eksistensi manusiawi. Oleh karenanya penjelasan eksistensialisme tidak perlu jatuh pada bahaya ini, melainkan hanya kepada hal-hal yang dapat diungkapkan.

C.    EKSISTENSIALISME MENURUT MARTIN HEIDEGGER
Heidegger mulai menguraikan eksistensi dengan menitikberatkan pada pemahaman metafisik. Artinya melalui individu seseorang itu berpikir dan mencari eksistensi manusia. Pencarian ini pada akhirnya sampai pada eksistensi absolut. Pola pemikiran Heidegger menguraikan sesuatu dari ontik ke ontologis. Artinya, dari eksisten yang ada secara faktual ke eksisten yang mendukungnya. Ini berarti analisis eksistensi manusia hanyalah ontologi dasar. Setelah iu ia bergerak pada ontologi yang lebih umum, yang kemudian menampilkan berbagai demenasi tentang ontologi itu. Atas dasar pemikiran ini, Heidegger mengarahkan analisi tentang yang ada dan penyelidikan ini sama dengan metafisik. Ontologi dasar Heidegger mengungkapkan bahwa pemikiran termasuk iluminasi eksistensi, yang juga melengkapi metafisika.
Heidegger berpatok pada persoalan eksistensi manusia. Segala yang ada di luar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri. Benda-benda yang berada di luar kita baru mempunyai arti jika hanya dalam kaitan dengan manusia. Lebih jauh dikatakan, dunia di luar manusia dipandang dan dikonseptualkan sebagai berbeda-beda secara struktural ke dalam wilayah-wilayah modalitas eksistensial dan modifikasi manusia.
Heidegger juga membicarakan konsep waktu. Gagasan tentang waktu dikaitkan dengan subyektif manusia. Wakt adalah tahap-tahap eksistesi yang tidak dapat dipisahkan baik masa lalu, sekarang, maupun masa yang akan datang. Dimensi waktu itu sama realnya. Dalam rentangan waktu seorang individu senantiasa berada dalam kemungkinan-kemungkinan. Potensialitas ini menjadi alternatif bagi manusia untuk bertoindak. Di sinilah manusia mempnyai pilihan-pilihan. Di sini pula manusia terbentur pada kehilangan-kehilangan. Artinya, ada pengalaman akan ketiadaan dan ada hal-hal yang belum direalisir. Terhadap pilihan-pilihan yang belum direalisir itu muncullah perasaan cemas pada manusia. Inilah realitas manusia, ia terbentur dengan ketiadaan dan keterbatasan. Hal ini pula ia merenung dirinya secara mendalam.
Skema pemikiran Heidegger terdapat dalam dua periode, yang dikenal dengan Heidegger I dan Heidegger II. Pemikiran Heidegger periode pertama termuat dalam Sein und Zeit (Adadan Waktu). Heidegger membantah anggapan bahwa pemikirannya yang termuat dalam Sein und Zeit bercirikan eksistensialis. Ia menegaskan tujuan diterbitkannya buku ini yakni “dengan cara baru mengajukan pertanyaan akan makna kata Ada”. Ang baru itu hanyalah caranya, sebab pertanyaan itu sendiri tidak merupakan pertanyaan baru.
Heidegger ingin merefleksi dan memecahkan teka-teki tentang arti kata “berada” yang sampai sekarang menurutnya masih samar-samar. Menurut Heidegger persoalan ini harus dijawab secara ontologis dan dengan metode fenomenologis. Dengan bantuan fenomenologi ia berusaha untuk mengidupkan kembali pertanyaan ini. Dalam pendahuluan bukunya ia menerangkan, “Secara konkrit menggarap pertanyaan akan makna “Ada”.
Yang dimaksud dengan “berada” adalah beradanya manusia, sedangkan benda-benda itu “yang berada”, hanya terletak begitu saja. Heidegger membedakan antara Sein dan Seiende. Sein adalah berada bagi manusia, sedangkan Seiende beradanya benda-benda. Berada bagi manusia adalah dasein (dasein manusia disebut eksistensi) yang berarti berada di sana, dalam arti juga menempati tempat tertentu, waktu tertentu. Juga dikatakan bahwa manusia berada di dunia ini tidak sendiri, ia berada bersama-sama mitsein.
Dalam filsafat eksistensialis, Heidegger mencoba menganalisa manusia sebagai ‘dasein’ itu. Heidegger menjelaskan bahwa Dasein dicirikan sebagai eksistensi dan berada dalam dunia. Struktur-struktur dasar atau ciri-ciri hakiki dasein disebut “existensialis”.
Dalam pemikiran Heidegger II terjadi lompatan pemikiran dari sang tokoh, Heidegger. Pemikiran ini dikenal dengan istilah Kehre. Buku periode pertama dengan judul ‘Ada dan Waktu’dibalik menjadi ‘Waktu dan Ada’. Namun pemikiran pada periode ini absur. Karena itu, periode ini dianggap sebagai perubahan pemikiran Heidegger.
Selain mengenai manusia, Heidegger juga membicarakan tentang kematian. Heidegger menggambarkan kehidupan sehari-hari manusia sebagai eksistensi yang tidak sebenarnya. Keadaan ini menggambarkan seseorang mempunyai kemungkinan untuk ke luar dari eksistensi yang sebenarnya. Ia dapat keluar dari belenggu pendapat orang banyak dan ia dapat menemukan dirinya sendiri. Manusia harus merencanakan diri atau mengusahakan dirinya sampai pada kemungkinan yang terakhir, yang tidak dapat dielakkan, yakni kematian atau maut. Kematian adalah batas akhir dari keberadaan kita sebagai eksistensi, batas yang tidak dapat dikalahkan.
Kematian dalam pemahaman Heidegger bukan kesadaran umum yang ada sehari-hari, yakni bahwa orang akan mati, juga bukan kematian orang lain tetapi kematian di sini menunjukkan bahwa sejak seseorang itu mempunyai kemungkinan maka semua kemungkinan itu dimustahilkan. Artinya segala aktifitas kita akan berakhir melalui peristiwa kematian. Kematian ini mewujudkan suatu kesatuan yang tidak dapat dipatahkan dengan eksistensi kita. Manusia tahu bahwa ia harus mati dan untuk melupakan hal itu ia menyibukkan diri dengan kesia-siaan hidup.
Kematian itu tidak dapat membri kepastian, karena kematian juga “kesia-siaan”, “bukan apa-apa”. Suara yang memperingatkan bahwa keadaan dalam keruntuhan itu ‘bukan apa-apa’, terus-menerus mendengung dari dalam kata hati atau nurani manusia, sekalipun seruan itu tidak didengar. Dalam keadaan seperti ini manusia hidup secara otentik, manusia dapat mengungkapkan kebenaran dan ia dapat menghayati kehidupan dalam perspektif baru.




BAB 3
KESIMPULAN
Eksistensialisme adalah suatu pemikiran yang menggema dengan pengaruh yang luas. Tema khusus dari eksistensialisme ini sesungguhnya suatu kritikan tajam terhadap hasil-hasil yang timpang dari idealisme Jerman, yakni idealisme Hegel yang menguraikan bahwa pribadi individu itu dijabarkan pada suatu fase yang berkembang dalam ide absolut yang demikian kepenuhan eksistensi pribadi dijadikan ungkapan niscaya dari suatu konsep atau ide.
Sedangkan seorang filsuf asal Jerman bernama Martin Heidegger berpatok pada persoalan eksistensi manusia. Segala yang ada di luar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri. Benda-benda yang berada di luar kita baru mempunyai arti jika hanya dalam kaitan dengan manusia. Lebih jauh dikatakan, dunia di luar manusia dipandang dan dikonseptualkan sebagai berbeda-beda secara struktural ke dalam wilayah-wilayah modalitas eksistensial dan modifikasi manusia.
Dan pokok dari pembahasan ini didapatkan bahwasannya eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Secara umum eksistensi berarti keberadaan. Secara khusus eksistensi adalah cara manusia berada di dalam di dunia. Cara manusia berada di dalam dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Benda-benda tidak sadar akan keberadaannya. Berbeda dengan manusia. Benda-benda menjadi lebih berarti karena manusia. Untuk membedakan dua cara berada ini di dalam filsafat eksistensialisme dikatakan, bahwa benda-benda “berada”, sedangkan manusia “bereksistensi”. Jadi hanya manusia yang bereksistensi.












DAFTAR PUSTAKA

Dagun, Save M, Filsafat Eksistensialisme, 1990, Jakarta: PT Melton Putra
http://pesantrenbudaya.com/?id=356

 
Template designed by Liza Burhan