Minggu, 29 November 2015

Kisah Inspiratif 2 : Hebatnya Sedekah

Kisah Inspiratif 2 : Hebatnya Sedekah
Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki Arab yang divonis oleh dokter mengalami kerusakan pada livernya. Karena teramat parah, akhirnya semua dokter di Arab mengaku menyerah dan menyarankan pria tadi untuk berobat ke luar negeri. Akirnya pria itu pun memutuskan untuk berobat ke negeri China (Tiongkok). Singkat cerita, pria tadi pun telah sampai ke negeri China. Oleh dokter di sana, pria itu divonis bahwa umurnya tinggal seminggu lagi, karena setengah dari bagian livernya sudah benar-benar rusak dan tidak berfungsi. Sang dokter pun menyarankan untuk dilakukan operasi secepatnya. Namun, pria tadi meminta waktu 3 hari untuk pulang ke negaranya sebelum menjalani operasi, dan sang dokter pun menyetujuinya. Ketika si pria tadi pulang ke negaranya di Arab, ia mendatangi semua saudara, kerabat dan sahabatnya. Ia meminta maaf untuk segala kesalahannya selama ini dan meminta doa agar operasinya dapat berjalan dengan lancar. Namun, ketika di perjalanan menuju rumah kerabatnya yang terakhir, si pria tadi menyuruh sopirnya berhenti di pinggir jalan. Ternyata, ia melihat seorang wanita tua yang sedang mencari tulang yang telah dibuang ke tempat sampah oleh penjual daging di dekat situ. Dengan langkah kaki yang terseok-seok, pria itu pun menghampiri wanita tua tadi. Ia mendengar wanita itu tak henti-hentinya bersyukur karena dapat memberi makan anak-anaknya daging (tempelan daging yang amat tipis pada tulang tadi). Tiba-tiba saja, hati pria itu tersentuh, dan ia pun mengajak wanita tua itu untuk mendekati si penjual daging. Pria tadi berkata pada si penjual untuk memberi daging setiap hari untuk wanita tua itu selama satu tahun, dan uangnya pun langsung dibayarkan. Dengan spontan wanita tua tadi pun menangis bahagia, dan tak henti-hentinya berterimakasih pada pria tadi serta mendoakannya agar senantiasa diberi kesehatan oleh Allah.  Pria tadi pun bahagia karena bisa menolong sesamanya, sampai ia tidak sadar ketika ia berjalan menuju ke mobil, kakinya sudah bisa berjalan dengan normal. Lalu ia pun meneruskan perjalanannya. Sesampainya ditujuan dan menyampaikan maksudnya, kerabat terakhir pria itu dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak mungkin sakit, karena bagaimana bisa orang yang sakit parah berjalan dengan normal dan tegap, bahkan wajahnya pun tidak pucat. Hingga akhirnya sampai pada hari di mana ia dijadwalkan untuk operasi. Namun betapa terkejutnya sang dokter yang mendapati bahwa liver pria tadi dalam keadaan yang sehat dan tidak ada penyakit satu pun pada tubuhnya.

Kisah inspiratif : 1001 Jalan dari Allah

Kisah inspiratif : 1001 Jalan dari Allah
Saat itu, matahari sedang terik. Tiba-tiba saja ada seorang wanita tua yang amat kumuh lewat di depan rumah Fatimah dan kebetulan Fatimah pun sedang berada di luar rumah. Dengan gemetaran, wanita tua tadi menghampiri Fatimah dan meminta makanan kepadanya. Namun, saat itu Fatimah sama sekali tidak memiliki makanan, uang pun ia tak punya. Karena merasa amat kasihan, akhirnya ia memberikan harta satu-satunya yang paling berharga kepada wanita tua tadi, yaitu cincin pernikahannya. Selang satu minggu, ketika Fatimah pergi ke pasar, tiba-tiba saja ada seorang pedagang yang menghampirinya dan memberikannya sebuah cincin yang tak lain adalah cincin pernikahannya yang ia berikan kepada wanita tua seminggu yang lalu. Fatimah teramat bingung, namun pedagang tadi pun menjelaskan alasan mengapa ia memberikan cincin itu kepada Fatimah. Jadi, dahulu ia pernah berhutang pada ayah mertua Fatimah, Abu Thalib. Namun, karena Abu Thalib telah meninggal dunia dan baru saat itulah si pedagang mampu melunasi hutangnya, akhirnya diberikanlah sebuah cincin yang ia beli dari seorang wanita tua beberapa hari silam kepada Fatimah.

HUKUM BACAAN

A.    MAKHARIJUL HURUF DAN SHIFATUL HURUF
1.    Makharijul Huruf
Secara bahasa, makhaarij berarti keluar. Sedangkan secara istilah, makharijul huruf berarti tempat-tempat keluar huruf dari mulut pembaca. Seseorang tidak akan dapat membedakan huruf tertentu tanpa mnegerti atau melafalkan huruf-huruf itu pada tempat asalnya. Karena itu sangat penting mempelajari makharijul huruf agar pembaca terhindar dari kesalahan pengucapan huruf yang mengakibakan berubahnya makna serta kekaburan bentuk-bentuk bunyi huruf sehingga tidak dapat dibedakan huruf satu dengan yang lain.
Umumnya terdapat lima tempat keluarnya huruf, yakni:
a.    Al-Jauf → tempat keluar huruf dari tenggorokan dan mulut.
Hurufnya: ا، و، ي
b.    Al-Halq → tempat keluarnya huruf dari tenggorokan.
Hurufnya: ء، ه، ح، خ، ع، غ
c.    Al-Lisan →tempat keluarnya huruf dari lidah.
Hurufnya: ق، ك، ش، ج، ي، ض، ن، ل، ر، د، ط، ت، ظ، ث، ذ، س، ز، ص
d.    Asy-Syafatain →tempat keluarnya huruf dari kedua bibir.
Hurufnya: ف، ب، و، م
e.    Al-Khaisyum →tempat keluarnya huruf dari pangkal hidung.
Hurufnya: huruf gunnah
2.    Shifatul Huruf
Tujuan mempelajari shifatul huruf adalah agar huruf yang keluar dari mulut kita semakin sesuai dengan keaslian huruf-huruf al-Qur’an. Sifat-sifat huruf dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua, yaitu:
a.    Sifat yang memiliki lawan kata, antara lain:
•    Al-Hams (samar atau tidak terang), huruf apabila diucapkan atau dimatikan berdesis (napas terlepas).
Hurufnya: شَخْصٌ سَكَت فَحَثُهُ
•    Al-Jahr (tampak atau terang), huruf apabila diucapkan atau dimatikan tidak mengeluarkan napas (napas tertahan).
Hurufnya: semua huruf selain huruf hams.
•    Al-Syiddah (kuat), huruf apabila diucapkan atau dimatikan suaranya tertahan atau berhenti.
Hurufnya: أَجدْقَطّ بَكَتْ
•    Al-Rikhwah (lunak atau kendor), huruf apabila diucapkan atau dimatikan suaranya terlepas atau masih berjalan beserta huruf itu.
Hurufnya: semua huruf selain huruf syiddah dan huruf tawassuth.
•    Al-Tawassuth (tengah-tengah), huruf apabila diucapkan atau dimatikan suaranya antara tertahan dan terlepas, yakni antara syiddah dan rikhwah.
Hurufnya: لنْعُمَرْ
•    Al-Isti’laa’ (naik atau terangkat), ketika mengucapkan huruf, lidah terangkat atau naik ke langit-langit mulut.
Hurufnya: خٌصَضَغْطقظْ
•    Al-Istifaal (turun atau ke bawah), ketika mengucapkan huruf, lidah turun ke dasar mulutnya.
Hurufnya: semua huruf selain huruf isti’laa’.
•    Al-Ithbaaq (melekat), lidah melekat pada langit-langit mulut ketika mengucapkan huruf.
Hurufnya: صضطظ
•    Al-Infitaah (terbuka), lidah merenggang dari langit-langit mulut ketika mengucapkan huruf.
Hurufnya: semua huruf selain huruf ithbaaq.
•    Al-Ithlaaq (ujung), huruf-huruf yang keluar dari ujung lidah atau ujung bibir.
Hurufnya: فرَّمنْ لُبّ
•    Al-Ishmaat (menahan atau diam), huruf-huruf yang tidak bertempat di ujung lidah atau ujung bibir.
Hurufnya: semua huruf selain huruf ithlaaq.

b.    Sifat-sifat yang tidak memiliki lawan kata, antara lain:
•    Al-Shaafir (siul atau seruit), huruf-huruf yang mempunyai suara seruit bagaikan siul burung atau belalang (suara keluar dari dua bibir).
Hurufnya: صزس
•    Al-Qalqalah (goncang atau bergetar), huruf apabila diucapkan terjadi goncangan pada makhrajnya sehingga terdengar pantulan suara yang kuat.
Hurufnya: قُطْبُجُدّ
•    Al-Laiin (lunak atau lembut), mengeluarkan huruf secara lunak tanpa paksaan.
Contoh: أوْأيْ
•    Al-Inhiraaf (condong), condongnya huruf dari makhrajnya sendiri kepada makhraj lain, yaitu shifatnya huruf ل dan ر.
•    Al-Takriir (mengulang-ulang), ujung lidah tergetar ketika mengucap huruf ر akant tetapi yang dimaksud ialah jika mengucap ra, supaya ujung lidahnya tidak terlalu bergetar.
•    Al-Tafasysyiy (meluas atau tersebar), meratanya angin dalam mulut ketika mengucapkan huruf ش higga bersambung dengan makhraj ظ
•    Al-Istithaalah (memanjang), memanjangkan suara dari awal sisi lidah sampai akhirnya seperti suara dla, dari permulaan tepi lidah hingga penghabisan lidah (bersambung dengan huruf ل).
•    Al-Ghunnah (dengung), suara dengung yang enak dalam hidung yang tersusun dalam huruf lam dan nun, baik hidup maupun mati yang idzhar, ikhfa atau idgham.

B.    GHUNNAH MUSYADDAH DAN IDGHAM
1. Ghunnah Musyaddah
Ghunnah secara bahasa berarti dengung atau mendengung. Sedangkan secara istilah adalah suara yang nyaring atau jelas yang keluar dari lobang hidung, dengan tidak menggunakan lidah ketika mengucapkannya. Musyaddah artinya bertasydid. Jadi, arti ghunnah musyaddah adalah membaca mendengung sebagai akibat dari huruf-huruf yang ditasydidkan.
Huruf hijaiyah akan dibaca ghunnah apabila ada mim bertasydid dan nun bertasydid. Dalam hukum bacaan ghunnah musyaddah cara membacanya dengan mendengung beserta memanjangkan 1,5 alif atau 3 ketukan. Panjang tersebut berlaku di saat waqaf (berhenti) maupun washal (tidak berhenti).
2. Idgham
Idgham secara bahasa berarti memasukkan. Sedangkan menurut istilah berarti mengucapkan dua huruf menjadi satu huruf dan yang kedua menjadi bertasydid. Hukum bacaan idgham dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Idgham Mutamasilain
Mutamasilain artinya dua hal yang sama. Secara terminologi diartikan sebagai bertemunya dua huruf yang sama, baik makhraj maupun sifatnya. Cara membacanya ialah dengan memasukkan huruf yang pertama kepada huruf yang kedua sehingga menjadi satu huruf dengan pengucapan, bukan dengan tulisan. Cara memasukkan huruf dilakukan dengan mentasydidkan huruf kedua. Kemudian apabila proses idgham ini terjadi pada huruf yang termasuk huruf qalqalah, maka suara qalqalahnya menjadi tidak tampak.
b.    Idgham Mutajanisain
Mutajanisain artinya dua hal yang sejenis. Secara terminologi diartikan sebagai bertemunya dua huruf yang sama makhrajnya, tetapi berbeda sifatnya. Cara membacanya dengan memasukkan suatu huruf yang pertama kepada huruf yang kedua sehingga menjadi satu huruf dalam pengucapan, bukan tulisan.
c.    Idgham Mutaqoribain
Mutaqoribain artinya dua hal yang berdekatan. Secara terminologi diartikan (bertemunya) dua huruf yang berdekatan makhrajnya tetapi sifat berlainan. Cara membacanya tidak berbeda dengan idgham mutajanisain, yaitu dengan memasukkan huruf yang pertama kepada huruf kedua sehingga menjadi satu huruf dalam pengucapan.

C.    HUKUM BACAAN NUN SUKUN ATAU TANWIN
Nun sukun atau tanwin apabila bertemu dengan huruf-huruf hijaiyyah, hukum bacaannya terdiri dari idzhar halqiy, ikhfa’, iqlab, idgham bi ghunah dan idgham bi la ghunnah.
    1. Idzhar Halqi
    Idzhar artinya jelas, halqiy artinya tenggorokan. Apabila adan nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf halqiy hukum bacaannya disebut idzhar halqiy. Hurufnya: ا ح خ ع غ ه
2. Ikhfa Haqiqi
Ikhfa’ artinya menyembunyikan, haqiqi artinya sebenarnya. Hukum bacaan disebut ikhfa’ apabila nu mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf ikhfa’, yaitu: ت ث ج د ذ ز س ش ص ض ط ظ ف ق ك
3.    Iqlab
Iqlab artinya membalik atau mengganti. Apabila nun mati atau tanwin bertemu huruf ba’ maka hukum bacaannya disebut iqlab. Cara membacanya adalah bunyi nun atau tanwin berubah menjadi mim. Huruf iqlab hanya satu, yakni ba’.
4.    Idgham
a.    Idgham bi ghunnah
Idgham artinya memasukkan, bi artinya dengan, ghunnah artinya dengung. Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf ya’, nun, mimi dan wawu maka hukum bacaannya disebut idgham bighunnah yang berarti harus dibaca dengan dimasukkan atau ditasydidkan ke dalam salah satu huruf yang empat itu dengan suara mendengung.
b.    Idgham bi la ghunnah
Idgham artinya memasukkan, bi artinya dengan, la artinya tidak, ghunnah artinya dengung. Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf lam atau ra’, maka hukum bacaannya adalah idgham bi la ghunnah yang membacanya dengan cara memasukkan dengan tanpa mendengung.

D.    HUKUM MIM SUKUN
Apabila ada mim mati bertemu dengan salah satu huruf hijaiyyah, maka hukumnya ada 3, yakni idgham mimi, ikhfa’ syafawi dan idhhar syafawi.
    1. Ikhfa’ Syafawi
    Apabila ada mim sukun bertemu dengan huruf ba’ maka hukum bacaannya disebut ikhfa’ syafawi. Ikhfa’ bermakna samar, sedangkan syafawi bermakna bibir (karena huruf mim termasuk huruf syafawiyyah atau huruf yang keluar dari bibir). Apabila mim sukun bertemu dengan huruf ba’ maka suara mim sukunnya harus dibaca samar antara mim dan ba’, ditahan kira-kira dua ketukan dan seraya mengelyarkan suara ghunnah (dengung dari pangkal hidung).
2. Idgham Mislain/Mimi
Hukum bacaannya disebut idgham misain atau mimi apabila mim sukun bertemu mim. Cara membacanya dengan memasukkan huruf pertama pada huruf yang kedua atau dengan mentasydidkannya. Sedangkan lama bacaannya satu alif atau dua harakat.
3. Idzhar Syafawi
Apabila ada mim sukun bertemu dengan salah satu huruf yang 26, yakni semua huruf hijaiyyah selain huruf mim dan ba’ maka hukum bacaannya disebut idzhar syafawi. Jadi, harus dibaca yang terang di bibir dengan mulut tertutup dan harus lebih dijelaskan lagi apabila bertemu dengan huruf wawu dan fa’. Idzhar syafawi adalah mengucapkan atau mengeluarkan huruf mim yang bersukun  dari makhrajnya dengan tanpa ghunnah.

E.    TAFKHIM DAN TARQIQ
1. Hukum Bacaan Ro’
a.    Tafkhim  menurut bahasa adalah at-tasmin, artinya tebal atau gemuk. Sedangkan secara istilah adalah mengucapkan huruf dengan tebal sampai memenuhi mulut ketika mengucapkannya. Beberapa kondisi yang menyebabkan huruf ro’ dibaca tafkhim, antara lain:
•    Apabila huruf ro’ berharakat dhammah atau fathah, baik ketika waqaf maupun washal
•    Apabila huruf ro’ dalam keadaan mati (asli) dan huruf sebelumnya berharakat fathah atau dhammah
•    Apabila huruf ro’ mati karena dibaca waqaf (sukun aridli) dan huruf sebelumnya berharakat fathah atau dhammah
•    Apabila huruf ro’ mati karena dibaca waqaf dan huruf sebelumnya berharakat fathah atau dhammah, kemudian di antara ro’ mati dan huruf yang berharakat tersebut ada huruf mati
•    Apabila huruf ro’ mati karena dibaca waqaf dan hruf sebelumnya berharakat fathah atau dhammah dan di antaranya ada huruf mas,alif atau wawu
•    Apabila huruf ro’ mati didahului oleh huruf yang berharakat kasrah aridli (kasrah tamahan)
•    Apabila huruf ro’ mati dalam kalimat dan didahului oleh huruf yang berharakat kasrah asli dan sesudahnya menghadapi huruf isti’la yang berharakat selain kasrah
Cara mengucapkan ro’ tafkhim ini ialah dean menghimpun ketebalan suara di dalam mulut sehingga pada waktu pengucapannya mulut seolah-olah penug dengan suara ro’. Proses pentafkhiman hanya terjadi pada ujung lidah dan tidak sampai ke pangkal lida, sehingga ro’ tidak sampai berubah menjadi isti’la.
    b. Tarqiq  menurut bahasa adalah at-tahnif yang artinya kurus atau tipis. Sedangkan secara istilah berarti mengucapkan huruf dangan ringan atau tipis sehingga tidak sampai memenuhi mulut ketika pengucapannya. Beberapa kondisi yang menyebabkan ro’ dibaca tarqiq adalah:
•    Huruf ro’ yang berharakat kasrah atau tanwin kasrah
•    Huruf ro’ yang mati karena waqaf, sedangkan sebelum ro’ ada huruf ya’ yang mati. Dan sebelum huruf ya’mati ada huruf yang berharakat fathah atau kasrah
•    Huruf ro’ yang mati sedangkan huruf sebelumnya berharakat kasrah asli dan huruf sesudahnya bukan huruf isti’la
2. Hukum Lam Jalalah
            Lam jalalah adalah huruf lam yang terdapat pada lafadz Allah. Pada umumnya hukum lam itu dibaca tarqiq kecuali pada lafadz Allah atau lamnya lafadz jalalah, cara membacanya ada dua, yakni:
a.    Taghlizh  secara bahasa berarti tebal, sedangkan secara istilah adalah mengucapkan huruf dengan tebal sampai memenuhi mulut ketika mengucapkannya. Ketika mengucap lam jalalah yang berhukum taghlizh harus tebal, sehingga suara yang keluar tidak berbunyi “a” tetapi mendekati bunyi “o”. Ini terjadi apabila didahhului oleh huruf berharakat fathah atau dhammah.
b.    Tarqiq  secara bahasa berarti tipis, sedangkan secara istilah berarti mengucapkan huruf dengan ringan sehingga tidak sampai memenuhi mulut ketika mengucapkannya. Bunyi lam jalalah yang dihukumi tarqiq harus dibaca tipis, sehingga suara yang keluar seperti bunyi “a”, bukan “o”. Ini terjadi apabila didahului oleh huruf berharakat kasrah.

F.    HUKUM BACAAN LAM TA’RIF
1. Alif-lamQamariyyah  dalam penulisannya alif lam qamariyyah memakai tanda sukun pada huruf lam sebagai tanda bahwa huruf terseut harus dibaca jelas dan terang. Hurufnya: ء ب ع غ ج ح خ ك و ف ق ي م ه
2. Alif-lam Syamsiyyah  suara alif diidghamkan atau dimasukkan ke dalam huruf syamsiyyah yang ada di hadapannya. Akibatnya suara alif-lam pun menjadi hilang karena ditukar dengan huruf syamsiyyah yang berjumlah 14 huruf, yakni: ط ث ص ر ت ض ذ ن د س ز ش ل

G.    QALQALAH
Qalqalah menurut bahasa artinya bergerak atau bergetar. Sedangkan secara istilah ialah suara tambahan (pantulan) yang kuat dan jelas yang terjadi pada huruf yang bersukun setelah menekan pada makhraj huruf tersebut. Huruf qalqalah ada 5, yakni: قطبجد
    1. Qalqalah Shugra
    Shugra artinya kecil, menurut istilah qalqalah shugra ialah apabila huruf qalqalah bersukun asli atau bersukun di tengah kalimat.
2. Qalqalah Kubra
        Kubra artinya besar, menurut istilah qalqalah kubra ialah apabila bersukun aridh karena diwaqafkan. Dengan kata lain huruf tersebut asalnya berharakat tetapi menjadi bersukun karena dibaca waqaf, serta bersukun di akhir kalimat.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
1.    Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching-Learning)
Model pembelajaran kontekstual merupakan model yang mengusahakan untuk membuat siswa aktif dalam menggali kemampuan diri siswa dengan mempelajari konsep-konsep sekaligus menerapkannya dan mengaitkannya dengan dunia nyata di sekitar lingkungan siswa. Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning) pada intinya adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Artinya siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang biasa dihadapi di lingkungan, sehingga pada masanya nanti siswa dapat mampu mengatasi persoalan-persoalan yang nyata yang dihadapi di lingkungannya. Contextual Teaching-Learning ini dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching-Learning yang melibatkan 11 Perguruan Tinggi dan 20 sekolah serta lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Model kontekstual (Contextual Teaching And Learning) baik untuk diterapkan oleh guru dalam pembelajaran karena seperti yang kita ketahui, sejauh ini pembelajaran yang biasa guru lakukan masih bersifat konvensional, monoton, dan masih terpusat kepada guru saja. Sehingga siswa tidak memperoleh pengalaman belajar yang bermakna, dan tidak diikut sertakan terlibat secara langsung dalam pemecahan masalah yang diberikan guru pada proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa sekolah dasar khususnya cenderung diam, terkadang terlihat mengantuk, kurang semangat dalam mengikuti pelajaran atau jenuh. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan guru pada penerapan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning) dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah sebagai berikut di bawah ini.
a.    Guru mengarahkan siswa untuk sedemikian rupa dapat mengembangkan pemikirannya untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna, berkesan, baik dengan cara meminta siswa untuk bekerja sendiri dan mencari serta menemukan sendiri jawabannya, kemudian memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan keterampilannya yang baru saja ditemuinya.
b.    Dengan bimbingan guru, siswa di ajak untuk menemukan suatu fakta dari permasalahan yang disajikan guru/dari materi yang diberikan guru.
c.    Memancing reaksi siswa untuk melakukan pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa.
d.    Guru membentuk kelas menjadi beberapa kelompok umtuk melakukan diskusi, dan tanya jawab.
e.    Guru mendemonstrasikan ilustrasi/gambaran materi dengan model atau media yang sebenarnya.
f.    Guru bersama siswa melakukan refleksi atas kegiatan yang telah dilakukan.
g.    Guru melakukan evaluasi, yaitu menilai kemampuan siswa yang sebenarnya.

2.    Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa atau merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh Robert E. Slavin dan lebih difokuskan pada model Team Assisted Individualization. Oleh beliau, pembelajaran kooperatif pertama kali dikembangkan untuk mata pelajaran matematika, khususnya untuk materi keterampilan-keterampilan berhitung (computation skills). Metode ini dikembangkan karena dua alasan utama, yakni berharap agar metode ini menyediakan cara penggabungan kekuatan motivasi dan bantuan teman sekelas pada pembelajaran kooperatif dengan program pengajaran individual yang mampu memberi semua peserta didik materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dalam bidang matematika dan memungkinkan mereka untuk memulai materi-materi ini berdasarkan kemampuan mereka sendiri, serta untuk menerapkan teknik pembelajaran kooperatif untuk memecahkan banyak masalah pengajaran individual. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan metode ini, yaitu:
a.    Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa.
b.    Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu (mengadopsi komponen placement test).
c.    Guru memberikan materi secara singkat (mengadopsi komponen teaching group).
d.    Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa dan setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa (mengadopsi komponen teams).
e.    Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri sebelumnya dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukan (mengadopsi komponen team study).
f.    Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru (mengadopsi komponen student creative).
g.    Guru memberikan post test untuk dikerjakan secara individu (mengadopsi komponen fact test).
h.    Guru menetapkan kelompok terbaik sampai dengan yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi (mengadopsi komponen score and team recognition).
i.    Guru memberikan test formative sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

3.    Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Pembelajaran kuantum adalah pembelajaran yang mampu menciptakan interaksi dan keaktifan siswa, sehingga kemampuan, bakat, dan potensi siswa dapat berkembang, yang pada akhirnya mampu meningkatkan prestasi belajar dengan menyingkirkan hambatan belajar melalui penggunaan cara dan alat yang tepat, sehingga siswa dapat belajar secara mudah. Pembelajaran kuantum bersandar pada konsep “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Inilah asas utama quantum teaching. Maksud dari asas di atas adalah guru harus membangun jembatan autentik untuk memasuki kehidupan siswa. Dengan memasuki dunia siswa berarti guru mempunyai hak mengajar, sehingga siswa dengan sukarela, antusias dan semangat untuk mengikuti pelajaran. Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982 DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara Bagian California, Amerika Serikat. SuperCamp sendiri didirikan atau dilahirkan oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada hal-ihwal pembelajaran guna pengembanga potensi diri manusia. Pada tahap awal perkembangannya, pembelajaran kuantum terutama dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di rumah atau ruang-ruang rumah; tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah atau ruang-ruang kelas. Langkah-Langkah dari Pembelajaran Kuantum, yakni:
a.    Pengkondisian awal
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkondisian awal meliputi: penumbuhan rasa percaya diri siswa, motivasi diri, menjalin hubungan, dan ketrampilan belajar.
b.    Penyusunan rancangan pembelajaran
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah penyiapan alat dan pendukung lainnya, penentuan kegiatan selama proses belajar mengajar, dan penyusunan evaluasi.
c.    Pelaksanaan metode pembelajaran kuantum
Tahap ini merupakan inti penerapan model pembelajaran kuantum. Kegiatan dalam tahap ini meliputi T-A-N-D-U-R: (1) penumbuhan minat, (2) pemberian pengalaman umum, (3) penamaan atau penyajian materi, (4) demonstrasi tentang pemerolehan pengetahuan oleh siswa, (5) pengulangan yang dilakukan oleh siswa, (6) perayaan atas usaha siswa.
d.    Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan terhadap proses dan produk untuk melihat keefektifan model pembelajaran yang digunakan.

4.    Matematika Realistik (Real Matematics)
Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME). Ide utama dari model pembelajaran RME adalah manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal.  Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.  Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.  Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik, yaitu:
Langkah 1: Memahami masalah kontekstual. Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan siswa diminta untuk memahami masalah tersebut.
Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual. Siswa secara individual disuruh menyelesaikan masalah kontekstual pada Buku Siswa atau LKS dengan caranya sendiri.
Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil.
Langkah 4: Menarik Kesimpulan. Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema, prinsip atau prosedur matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan.

5.    Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM)
PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Selanjutnya, PAIKEM dapat didefinisikan sebagai: pendekatan mengajar (approach to teaching) yang digunakan bersama metode tertentu dan pelbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata “disuapi” guru. Pendekatan PAIKEM perlu diterapkan karena PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama ini kita lebih banyak mengenal pendekatan pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif (monologis), sementara para siswanya pasif, sehingga pembelajaran menjemukan, tidak menarik, tidak menyenangkan, bahkan kadang-kadang menakutkan siswa, selain itu PAIKEM juga lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat  kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara secara kreatif untuk melibatkan semua siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peserta didik juga didorong agar  kreatif dalam berinteraksi dengan sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat meningkat. Dalam metode PAIKEM ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan metode bermain peran yang dipadukan dengan metode ceramah. Pertama, memotivasi kelompok-kelompok siswa yakni kelompok pemegang peran/pemain dan kelompok penonton/pengamat. Kedua, memilih pemeran (pemegang peranan/aktor). Pada tahap kedua ini, bersama-sama para siswa, guru mendiskusikan gambaran karakter-karakter yang akan diperankan. Ketiga, mempersiapkan pengamat. Dalam melangsungkan model ber¬main peran diperlukan adanya pengamat yang diambil dari kalangan siswa sendiri. Pengamat ini sebaiknya terlibat dalam cerita yang dimainkan. Agar seorang pengamat merasa terlibat, ia perlu diberi penjelasan mengenai tugas-tugasnya. Keempat, mempersiapkan tahapan peranan. Dalam bermain peran tidak diperlukan adanya dialog-dialog khusus seperti dalam sinetron, sebab yang dibutuhkan para siswa aktor itu adalah dorongan untuk berbicara dan bertindak secara kreatif dan spontan. Kelima, pemeranan. Setelah segala sesuatunya siap, mulailah para aktor memainkan peran masing-masing secara spontan sesuai dengan garis-garis besar dan tahapan-tahapan yang telah ditentukan. Keenam, diskusi dan evaluasi. Seusai semua peran dimainkan, diskusi dan evaluasi perlu diadakan. Dalam hal ini guru bersama para aktor dan pengamat hendaknya melakukan pertukaran pikiran dalam rangka menilai bagian-bagian peran tertentu yang belum dimainkan secara sempurna. Ketujuh, pengulangan pemeranan. Dari diskusi dan evaluasi tadi biasa¬nya akan muncul gagasan baru mengenai alternatif-alternatif lain pemeranan. Kedelapan, diskusi dan evaluasi ulang. Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil pemeranan ulang pada langkah ketujuh tadi. Diskusi dan evaluasi pada tahap ini berlangsung seperti diskusi dan evaluasi pada tahap keenam. Namun, dari diskusi dan evaluasi ulangan ini diharapkan akan muncul strategi-strategi pemecahan masalah yang lebih inovatif dan kreatif. Kesembilan, membagi pengalaman dan menarik generalisasi. Tahapan terakhir ini dilaksanakan untuk menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain peran, yakni membantu para siswa memeroleh penga¬laman-pengalaman baru yang berharga melalui aktivitas interaksi dengan orang lain.

6.    SAVI Learning
SAVI singkatan dari Somatic, Auditori, Visual dan Intektual. Somatic berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung). Auditori, belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada uyang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Visual, Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program computer. Intektual,  Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, dan memecahkan masalah. Metode SAVI dikembangkan pertama kali oleh Dave Meier dan digunakan dalam pembelajaran matematika. Tahapan yang perlu ditempuh dalam SAVI adalah persiapan,penyampaian, pelatihan dan penampilan hasil.
a.    Tahap Persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
b.    Tahap Penyampaian (Kegiatan Inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang barudengan cara melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
c.    Tahap Pelatihan (Kegiata Inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerapengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara.
d.    Tahap Penampilan Hasil (Tahap Penutup)
Pada tahap ini hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuanatau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat.

7.    MASTER
Model MASTER merupakan suatu langkah dalam Cara Belajar Cepat (CBC) di terapkan untuk membuat suasana pembelajaran terasa menyenangkan dan jauh dari kesan kaku. Cara belajar cepat yang dimaksudkan disini ialah usaha yang dilakukan sehingga suatu konsep dapat dipahami dengan cepat dan baik. Enam langkah strategi CBC dikenal dengan singkatan MASTER, dimana : M = Motivating your mind (Memotivasi fikiran). A = Acquiring the information ( Memperoleh informasi). S = Searching out the meaning (Menyelidiki makna). T = Triggering the memory (Memicu memori). E = Exhibiting what you know (Memamerkan apa yang anda ketahui). R = Reflecting How you’ve learned (Merefleksikan bagaimana anda belajar).

8.    Konstruktivistik (Pembentukan Konsep)
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif  mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman. Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview. Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya. Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama. Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran.


9.    Problem Posing (Analisis Persoalan)
Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain. Problem posing digunakan karena dalam problem posing melibatkan banyak keterampilan berpikir khususnya pengajuan soal tipe pre-solution posing. Salah satu materi yang memerlukan kemampuan berpikir adalah materi lingkaran. Oleh karena itu peneliti memilih penelitian dengan tujuan untuk mendeskripsikan profil berpikir siswa berkemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam problem posing pada materi lingkaran. langkah-langkah model pembelajaran problem posing tipe pre solution posing  sebagai berikut:
a.    Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa.
b.    Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c.    Guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen, tiap kelopok terdiri atas 4-5 siswa.
d.    Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal berdasarkan informasi yang diberikan guru, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Kemudian soal-soal  tersebut dipecahkan oleh  kelompok-kelompok lain.
e.    Guru memberikan tugas rumah secara individu sebagai penguatan.
Sedangkan Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran model problem posing-STAD adalah sebagai berikut:
a.    Guru mempresentasikan materi secara garis besar dan siswa memperhatikan.
b.    Guru membuat kelompok heterogen yang beranggotakan 4-6 orang. Lalu membagikan LKS pada setiap kelompok dan meminta mereka untuk mendiskusikannya, sedangkan guru mengontrol dan memantau kegiatan siswa.
c.    Pada lembar kerja kelompok tidak hanya berisi uraian materi yang harus didiskusikan tetapi siswa diminta juga untuk menyusun atau membuat soal dari informasi yang telah diberikan.
d.    Sebelum siswa membuat soal, guru memberi contoh dalam menyusun soal dari suatu informasi yang telah diketahui.
e.    Guru memberikan kesempatan untuk membuat dan membahas soal tersebut dalam satu kelompok.
f.    Selanjutnya soal ditukarkan dengan kelompok lain dan kelompok tersebut membahas soal yang telah didapat dari kelompok lain.
g.    Guru meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil pembahasan soal, serta meminta tanggapan dari kelompok lain.
h.    Guru memberikan kuis kepada masing-masing individu.
i.    Dari hasil kuis, dianalisis dan ditetapkan penghargaan yang akan diumumkan kepada semua siswa.

10.    Problem Solving (Pemecahan Soal secara Sistematik)
Metode Problem Solving adalah cara mengajar yang dilakukan dengan cara melatih para murid menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama – sama atau suatu proses dengan menggunakan strategi, cara, atau teknik tertentu untuk menghadapi situasi baru, agar keadaan tersebut dapat dilalui sesuai keinginan yang ditetapkan. Langkah-langkah penggunaan metode ini sebagai berikut:
a.    Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
b.    Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang muncul. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, dan berdiskusi.
c.    Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban tentu saja didasarkan pada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.
d.    Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut sehingga batul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.
e.    Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN ANAK USIA REMAJA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sebagai calon pendidik, kita harus mengetahui bagaimana perkembangan peserta didik, baik perkembangan fisik maupun psikologisnya. Kita harus tahu di usia sekian apakah seorang anak sudah berkembang secara normal atau tidak. Dengan begitu kita dapat memberikan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masing-masing peserta didik.
Oleh karena itu, di sini saya mencoba untuk membahas masalah mengenai perkembangan anak usia remaja. Saya berharap pembahasan singkat ini dapat menjadi bekal pengetahuan bagi kita sebagai calon pendidik terutama yang nantinya mendidik anak usia remaja, agar lebih mengetahui segala sesuatu berkaitan denga remaja khususnya mengenai perkembangannya. Sehingga, kita dapat menentukan pembelajaran seperti apa yang sekiranya cocok diterapkan untuk mereka.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah pengertian dari remaja?
2.    Apa saja ciri-ciri anak usia remaja?
3.    Apa saja aspek-aspek perkembangan anak usia remaja?
4.    Bagaimana implikasi dari perkembangan anak usia remaja dalam pendidikan?

C.    TUJUAN PENYUSUNAN
1.    Memenuhi tugas penyusunan makalah pada mata kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Didik
2.    Mengetahui aspek-aspek perkembangan anak usia remaja dan implikasinya dalam pendidikan




D.    MANFAAT PENYUSUNAN
1.    Mengetahui deskripsi dari remaja
2.    Mengetahui apa saja ciri-ciri anak usia remaja
3.    Mengetahui apa saja aspek-aspek perkembangan anak usia remaja
4.    Memahami implikasi dari perkembangan anak usia remaja dalam pendidikan



















BAB 2
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN REMAJA
Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin, yakni adolescere (kata bendanya adolescentia = remaja) yang berarti tumbuh, yang dalam hal ini adalah tumbuh menjadi dewasa. Bangsa primitif termasuk orang-orang zaman purbakala memandang masa puber dan remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, yakni seseorang dianggap dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence seperti yang digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget sebagaimana yang dikutip oleh Elizabeth B. Hurlock, yakni: Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak... . Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber... . Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok... . Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Untuk merumuskan sebuah definisi yang memadai tentang remaja tidaklah mudah, sebab kapan masa remaja berakhir dan kapan anak remaja tumbuh menjadi seorang dewasa tidak dapat ditetapkan secara pasti. Akan tetapi, terlepas dari kesulitan tersebut, dewasa ini istilah adolescence atau remaja telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial.
Rentang waktu usia remaja biasanya dibedakan menjadi tiga, yaitu masa remaja awal (12 – 15 tahun), masa remaja pertengahan (15 – 18 tahun) dan masa remaja akhir (18 – 21 tahun). Sedangkan Monks, Knoers dan Hadinoto sebagaimana yang dikutip oleh Desmita, membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yakni masa pra-remaja atau pra-pubertas (10 – 12 tahun), masa remaja awal atau pubertas (12 – 15 tahun), masa remaja pertengahan (15 – 18 tahun) dan masa remaja akhir (18 – 21 tahun). Masa remaja awal hingga akhir inilah yang disebut masa adolescence.

B.    CIRI-CIRI ANAK USIA REMAJA
Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut, antara lain:
1.    Masa Remaja sebagai Periode yang Penting
Pada remaja, terdapat akibat yang langsung maupun akibat jangka panjang terhadap sikap dan perilaku. Selain itu, ada akibat fisik dan juga akibat psikologis yang semuanya sama-sama penting.
2.    Masa Remaja sebagai Periode Peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Bila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus “meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan” dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.
3.    Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Artinya, ketika perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun, begitupun sebaliknya.
Terdapat lima perubahan pada remaja yang bersifat universal, yakni meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran, perubahan nilai-nilai sebagai dampak berubahnya minat dan pola perilaku serta sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan, yakni mereka sering menginginkan dan menuntut kebebasan tetapi mereka sering takut bertanggungjawab akan akibat dari perbuatannya.
4.    Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
Setiap periode mempunyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru.
5.    Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
6.    Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
Seperti yang ditunjukkan oleh Majeres sebagaimana yang dikutip oleh Elizabeth B. Hurlock, “Banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunya arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak di antaranya yang bersifat negatif.” Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggungjawab dan bersifat tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
7.    Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
8.    Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

C.    ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN ANAK USIA REMAJA
1.    Perkembangan Fisik
Sebagaimana yang dikutip oleh Desmita, menurut Sarwono, perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psokologis. Selain itu, Zigler dan Stevenson berpendapat bahwa, “Baik anak laki-laki maupun anak perempuan mengalami pertumbuhan fisik yang cepat, yang disebut growth spurt atau percepatan pertumbuhan, di mana terjadi perubahan dan percepatan pertumbuhan di seluruh bagian dan dimensi badan.” Dan menurut Diamond yang juga dikutip oleh Desmita, pertumbuhan cepat bagi anak perempuan terjadi dua tahun lebih awal dari anak laki-laki. Umumnya anak perempuan mulai mengalami pertumbuhan cepat pada usia 10,5 tahun dan anak laki-laki pada usia 12,5 tahun. Bagi keduanya, pertumbuhan ini berlangsung selama kira-kira dua tahun.
Perkembangan fisik pada remaja meliputi beberapa hal, yaitu:
a.    Perubahan dalam Tinggi dan Berat Badan
Menurut Zigler dan Stevenson sebagaimana yang dikutip oleh Desmita, tinggi rata-rata anak laki-laki dan perempuan pada usia 12 tahun adalah sekitar 59 atau 60 inci. Akan tetapi, pada usia 18 tahun tinggi rata-rata remaja lelaki adalah 69 inci, sedangkan tinggi rata-rata remaja perempuan hanya 64 inci. Tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada usia sekitar 11 atau 12 tahun untuk anak perempuan dan dua tahun kemudian untuk anak laki-laki.
Sedangkan menurut Malina sebagaimana yang juga dikutip oleh Desmita, percepatan pertumbuhan badan juga terjadi dalam penambahan berat badan, yakni sekitar 13 kg bagi anak laki-laki dan 10 kg bagi anak perempuan. Meskipun berat badan juga mengalami peningkatan selama masa remaja, namun ia lebih mudah dipengaruhi, seperti melalui diet, latihan dan gaya hidup umumnya. Oleh karena itu, perubahan berat lebih sedikit dapat diramallkan dibandingkan dengan tinggi.
b.    Perubahan dalam Proporsi Tubuh
Seiring dengan pertambahan tinggi dan berat badan, percepatan pertumbuhan selama masa remaja juga terjadi pada proporsi tubuh. Bagian-bagian tubuh tertentu yang sebelumnya terlalu kecil, pada masa remaja menjadi terlalu besar. Hal ini terlihat jelas pada pertumbuhan tangan dan kaki, yang sering terjadi tidak proporsional. Selain itu perubahan juga terjadi pada ciri-ciri wajah, di mana wajajh anak-anak mulai menghilang, seperti dahi yang semula sempit menjadi lebih, mulut melebar dan bibir menjadi lebih penuh. Di samping itu, dalam perubahan struktur kerangka, terjadi percepatan pertumbuhan otot, sehingga mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah lemak dalam tubuh. Perkembangan otot dari kedua jenis kelamin terjadi denganc cepat ketika tinggi meningkat. Akan tetapi, perkembangan otot anak laki-laki lebih cepat dan mereka memiliki lebih banyak jaringan otot, sehingga anak laki-laki lebih kuat dari anak perempuan.
c.    Perubahan Pubertas
Pubertas adalah suatu peride di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat terutama pada awal masa remaja. Kematangan seksual merupakan suatu rangkaian dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang ditandai dengan perubahan pada ciri-ciri seks primer dan sekunder.
d.    Perubahan Ciri-ciri Seks Primer
Ciri-ciri seks primer menunjuk pada organ tubuh yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Ciri-ciri ini berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Ciri-ciri pada anak laki-laki ditandai dengan mimpi basah sedangkan pada anak perempuan ditandai dengan menstruasi.
e.    Perubahan Ciri-ciri Seks Sekunder
Ciri-ciri sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Contoh perubahan ciri-ciri seks sekunder pada anak laki-laki, yakni tumbuh kumis dan suara menjadi berat, sedangkan pada anak perempuan contohnya seperti pinggul membesar.
Kelima perubahan fisik tersebut merupakan perubahan yang bersifat eksternal. Namun perkembangan fisik pada remaja tidak hanya bersifat eksternal saja, melainkan secara internal pun juga mengalami perubahan. Perubahan internal ini meliputi:
a.    Sistem Pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan besar, otot-otot di perut dan dinding-dinding usus menjadi lebih tebal dan kuat, hati bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang.
b.    Sistem Peredaran Darah
Jantung tumbuh pesat selama masa remaja. Pada usia 17 atau 18 tahun, berat jantung menjadi 12 kali lipat beratnya dari waktu lahir. Selain itu, panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.
c.    Sistem Pernapasan
Kapasitas paru-paru anak perempuan hampir matang pada usia 17 tahun, sedangkan anak laki-laki mencapai kematangan beberapa tahun kemudian.
d.    Sistem Endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan ketidakseimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada awal masa puber.
e.    Jaringan Tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia 18 tahun. Jaringan, selain tulang terus berkembang sampai tulang mencapai ukuran matang, khususnya bagi perkembangan jaringan otot.
2.    Perkembangan Kognitif
Dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan, Desmita mengutip beberapa pendapat dari para ahli. Di antaranya Mussen, Conger dan Kagan, yang menyatakan bahwa masa remaja adalah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Kemudian Carol dan David R menambahkan bahwa hal tersebut dikarenakan selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan mengambil keputusan.
Sejalan dengan hal tersebut, Myers pun menambahkan bahwa perkembangan prontal lobe sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga meraka mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru. Di samping itu, sebagai anak muda yang telah memiliki kemampuan memahami pemikirannya sendiri dan orang lain, remaja mulai membayangkan apa yang dipikirkan oleh orang tentang dirinya. Ketika kemampuan kognitif mereka mencapai kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat mereka, orang tua mereka dan bahkan teradap kekurangan diri mereka sendiri.
Kemudian, dengan kekuatan baru dalam penalaran yang dimilikinya, menjadikan remaja mampu membuat pertimbangandan melakukan perdebatan sekitar topik-topik abstrak tentang manusia, kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan keadilan. Kalau masa awal anak-anak (ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik) Tuhan dibayangkan sebagai seseorang yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi.
3.    Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembanganya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang belum pernah dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung atau marah serta mudah sedih atau murung), sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya.
4.    Perkembangan Kognisi Sosial
Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini, mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan.
Sedangkan menurut Dacey dan Kenny sebagaimana yang dikutip oleh Desmita, yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman , serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.
5.    Perkembangan Moral
Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan dan kedisiplinan.
Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya).
6.    Perkembangan Kepribadian
Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan integrasi kepribadian. Di mana kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari sifat, sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respons individu yang beragam. Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif dan nilai-nilai.
Masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan “identity” merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa.  Dalam psikologi, konsep identitas pada umumnya merujuk kepada suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang relatif stabil sepanjang rentang kehidupan sekalipun terjadi berbagai perubahan. Dalam psikologi perkembangan, pembentukan identitas merupakan tugas utama dalam perkembangan kepribadian yang diharapkan tercapai pada akhir masa remaja. Selama masa remaja ini, kesadaran akan identitas menjadi lebih kuat, karena itu ia berusaha mencari identitas dan mendefinisikan kembali “siapakah” ia saat itu dan akan menjadi “siapakah” atau menjadi “apakah” ia pada masa yang akan datang.
7.    Perkembangan Kesadaran Agama
Kemampuan berpikir abstrak remaja memungkinkannya untuk dapat mentransformasikan keyakinan beragamanya. Dia dapat mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan sebagai Maha Adil, Maha Kasih Sayang. Berkembangnya kesadaran atau keyakinan beragama, seiring dengan mulainya remaja menanyakan atau mempermasalahkan sumber-sumber otoritas dalam kehidupan, seperti pertanyaan “Apakah Tuhan Maha Kuasa, mengapa masih terjadi penderitaan dan  kejahatan di dunia ini?”
D.    IMPLIKASI PERKEMBANGAN ANAK USIA REMAJA DALAM PENDIDIKAN
1.    Implikasi Faktor Intelektual terhadap Penyelengaaraan Pendidikan
Ditinjau dari segi pendidikan khususnya dalam segi pembelajaran yang penting adalah bahwa potensi setiap peserta didik (termasuk kemampuan intelektualnya) harus dipupuk dan dikembangkan. Untuk itu sangat diperlukan kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembangnya kemampuan intelektual tersebut.
2.    Implikasi Faktor Fisik terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu diperhatikan sarana dan prasarana yang ada jangan sampai menimbulkan gangguan pada peserta didik. Misalnya tempat duduk yang kurang sesuai, ruangan yang gelap dan terlalu sempit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, di samping itu juga perlu diperhatikan waktu istirahat yang cukup. Penting juga untuk menjaga supaya fisik tetap sehat, adanya jam-jam olahraga bagi peserta didik di luar jam pelajaran. Misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler kelompok olahraga, bela diri dan sejenisnya.
3.    Implikasi Faktor Emosional terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Perkembangan emosi peserta didik sengat erat kaitannya dengan faktor-faktor diantaranya perubahan jasmani, perubahan dalam hubungannya dengan orang tua, perubahan dalam hubungannya dengan teman-teman, perubahan pandangan luar (dunia luar) dan perubahan dalam hubungannya dengan sekolah. Oleh karena itu perbedaan individual dalam perkembangan emosi sangat dimungkinkan terjadi, bahkan diramalkan pasti dapat terjadi.
Dalam rangka menghadapi luapan emosi remaja, sebaiknya ditangani dengan sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan pendidik harus bersikap tenang, bersuasana hati baik dan penuh pengertian. Orang tua dan pendidik sedapat mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya maupun ikut terbawa emosinya dalam menghadapi emosi remaja.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengurangi luapan emosi peserta didik perlu dihindari larangan yang tidak terlalu penting. Mengurangi pembatasan dan tuntutan terhadap remaja harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sebaiknya memberi tugas yang dapat diselesaikan dan jangan memberi tugas dan peraturan yang tidak mungkin dilakukan.
4.    Implikasi Faktor Sosio-Kultural terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum dewasa. Dengan beberapa problem yang dialami pada masa ini, akibatnya mereka melepaskan diri dari orang tua dan mengarahkan perhatiannya pada lingkungan di luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sebaya, guru dan sebagainya.
Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh seperti ketika anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak akan sulit untuk dikembangkan. Untuk itu rambu-rambu berikut dapat digunakan sebagai titik tolak untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik:
a.    Sekolah harus merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian          peserta didik.
b.    Saling menghargai merupakan kunci yang dapat digunakan untuk          menanggulangi masalah-masalah yang timbul dalam hubungan           dengan peserta didik yang bertabiat apapun.
c.    Pola pengajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat       bermanfaat bagi guru.
5.    Implikasi Faktor Bakat Khusus terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Berbeda dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu performance yang dapat dilakukan sekarang, bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu performance dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Hal ini memberikan pemahaman bahwa bakat khusus sebagai potential ability dapat terwujud sebagai performance atau perilaku yang nyata dalam bentuk suatu prestasi yang menonjol masih memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut.





6.    Implikasi Faktor Komunikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Kemampuan peserta didik sebagaimana dikemukakan sebelumnya tentunya akan sangat mempengaruhi aktivitas komunikasi dua arah antara  pendidik dan peserta didik. Hal yang dapat digunakan sebagai acuan oleh pendidik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi peserta didik, antara lain memberi penjelasan dalam menyampaikan informasi kepada peserta didik yang berkaitan dengan iptek dan mengajukan pertanyaan kepada peserta didik.


















BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Adolescence atau remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut, yaitu masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai periode perubahan, masa remaja sebagai usia bermasalah, masa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, masa remaja sebagai masa yang tidak realistik dan masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Kemudian, dalam perkembangan anak usia remaja terdapat beberapa aspek, seperti perkembangan fisik, kognitif, emosi, kognisi sosial, moral, kepribadian dan kesadaran agama. Selain itu, terdapat pula implikasi perkembangan anak usia remaja pada pendidikan yang meliputi implikasi faktor intelektual terhadap penyelengaaraan pendidikan, implikasi faktor fisik terhadap penyelenggaraan pendidikan, implikasi faktor emosional terhadap penyelenggaraan pendidikan, implikasi faktor sosio-kultural terhadap penyelenggaraan pendidikan, implikasi faktor bakat khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan serta implikasi faktor komunikasi terhadap penyelenggaraan pendidikan.

PENGEMBANGAN BUDAYA DAN SENI DALAM PAI

1.    Seni Islam merupakan sebagian daripada kebudayaan islam. Pencapaian yang dibuat oleh seni Islam itu juga merupakan sumbangan daripada tamadun Islam di mana tujuan seni Islam ini adalah kerana Allah SWT.
Keindahan merupakan salah satu ciri keesaan, kebesaran dan kesempurnaan Allah SWT lantas segala yang diciptakan-Nya juga merupakan pancaran keindahan-Nya. Manusia dijadikan sebagai makhluk yang paling indah dan paling sempurna. Bumi yang merupakan tempat manusia itu ditempatkan juga dihiasi dengan segala keindahan. Allah SWT bukan sekadar menjadikan manusia sebagai makhluk yang terindah tetapi juga mempunyai naluri yang cintakan keindahan. Di sinilah letaknya keistimewaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain seperti malaikat, jin dan hewan. Konsep kesenian dan kebudayaan dalam Islam berbeda dengan peradaban Islam yang lain.
Dalam pembangunan seni, kerangka dasarnya mestilah menyeluruh dan meliputi aspek-aspek akhlak, iman, masalah keagamaan dan falsafah kehidupan manusia. Seni mestilah merupakan satu proses pendidikan yang bersifat positif mengikut kaca mata Islam, menggerakkan semangat, memimpin batin dan membangunkan akhlak. Artinya seni mestilah bersifat "Al-Amar bil Ma'ruf dan An-Nahy 'an Munkar" (menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran) serta membangunkan akhlak masyarakat, bukan membawa kemungkaran dan juga bukan sebagai perusak akhlak ummat. Semua aktivitas kesenian manusia mesti ditundukkan kepada tujuan terakhir (keridhaan Allah dan ketaqwaan). Semua nilai mestilah ditundukkan dalam hubungan-Nya serta kesanggupan berserah diri. Seni juga seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan ketaqwaan.
Sebagai calon guru PAI saya perlu mengembangkan budaya dan seni Islam dalam PAI karena, manusia pada fitrahnya menyukai keindahan. Jadi, ketika seni dan budaya dimasukkan dalam PAI, maka akan lebih menarik dan lebih bisa diterima sehingga dengan demikian akan lebih mudah untuk menanamkan nilai-nilai Islam sebagai pembentuk kepribadian. Selain itu, apabila kita telaah kembali dari pengertian dari PAI sendiri, yakni usaha sadar terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari dua sumber utamanya, yaitu Al Qur’an dan Al hadits. Dan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam konsep dasar budaya dan seni dalam Islam, semua aktivitas kesenian manusia ditundukkan kepada tujuan terakhir yang tidak lain adalah keridhaan Allah dan ketaqwaan. Dari sini kita tahu bahwa terdapat kesamaan dari keduanya, sehingga akan terjalin suatu hubungan yang positif dan harmonis apabila keduanya disatupadukan.

2.    Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Anbiya ayat 107 yang artinya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Islam melarang manusia berlaku semena-mena terhadap makhluk Allah, lihat saja sabda Rasulullah sebagaimana yang terdapat dalam Hadis riwayat al-Imam al-Hakim, “Siapa yang dengan sewenang-wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya”. Burung tersebut mempunyai hak untuk disembelih dan dimakan, bukan dibunuh dan dilempar. Sungguh begitu indahnya Islam itu bukan? Dengan hewan saja tidak boleh sewenang-wenang, apalagi dengan manusia. Bayangkan jika manusia memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam, maka akan sungguh indah dan damainya dunia ini.
Tentunya penjelasan tersebut berhubungan erat dengan doktrin seni dalam Islam, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa doktrin seni dalam Islam merupakan teks-teks Al-Qur’an atau As-Sunnah yang berkenaan dengan senibudaya, yang menjadi acuan bagi pengembangan senibudaya Islam.

3.    Semua manusia pada dasarnya sama. Jadi, membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama manusia karena kulit atau bentuk fisik lainnya adalah sebuah kesalahan. Allah menciptakan manusia berbeda dan beragam. Perbedaan itu adalah anugerah yang harus kita syukuri. Karena, dengan keberagaman kita menjadi bangsa yang besar dan arif dalam bertindak. Agar keberagaman bangsa Indonesia juga menjadi sebuah kekuatan, kita bangun keberagaman bangsa Indonesia dengan dilandasi persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan dan kesatuan di sebuah negara yang beragam dapat diciptakan salah satunya dengan perilaku masyarakat yang menghormati keberagaman bangsa dalam wujud perilaku toleran terhadap keberagaman tersebut. Sikap toleransi berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi sejati didasarkan sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani dan keyakinan serta keikhlasan sesama, apapun agama, golongan, ideologi atau pandangannya.
Perbedan suku dan ras antara manusia yang satu dengan yang lain hendaknya tidak menjadi kendala dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia maupun dalam pergaulan dunia. Kita harus menghormati harkat dan martabat manusia lain, mengembangkan semangat persaudaraan dengan sesama manusia dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sehingga, ketika dikatakan bahwa keanekaragaman keberagaman dan seni budaya merupakan modal bagi kehidupan bernegara yang lebih toleran dan resolusi konflik di Indonesia, saya dengan tegas akan mengatakan IYA. Terlebih ketika kita mengetahui bahwa Islam memiliki posisi sebagai agama yang merupakan bagian dari budaya yang secara fungsional bersifat elastis, yaitu menata, memperbaiki dan mengontrol budaya-budaya yang secara prinsipil melenceng dari nilai-nilai keislaman dan tentunya merugikan kepada yang lain. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam QS. Al Maidah: 48, yang artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran...” Seta QS. Al Kahfi: 29, yang artinya: Dan katakanlah, “kebenara itu datanngnya dari Tuhanmu...”
Kesimpulannya, keanekaragaman keberagaman dan seni budaya dapat dijadikan modal dalam kehidupan bernegara yang lebih toleran, terutama ketika kita padupadankan dengan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis yang di sini berfungsi sebagai sumber hukum dari segala permasalahan yang timbul.

KURIKULUM

Kita sebagai insan yang bergelut dalam dunia pendidikan tentunya sudah tidak asing lagi dengan suatu hal yang disebut kurikulum. Kita sering mendengar bahkan menggunakan kosakata tersebut dalam kehidupan sehari-hari khususnya ketika berada di lingkungan sekolah atau kampus.  Namun tak jarang di antara kita yang belum memahami betul tentang kurikulum ini. Jadi, apa sebenarnya pengertian dari kurikulum? Apabia ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang awalnya digunakan dalam bidang olahraga, yakni kata currere yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh, mulai dari start sampai dengan finish. Jarak dari start sampai dengan finish inilah yang disebut currere. Pada tahun 1955 kata kurikulum muncul pada kamus Webster khusus digunakan dalam bidang pendidikan yang artinya sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkatan tertentu atau ijazah.
    Kemudian muncul konsep-konsep dari para ahli berkaitan dengan kurikulum ini. Carter V. Good dalam Dictionary of Education menyebutkan bahwa kurikulum adalah sejumlah materi pelajaran yang harus ditempuh dalam suatu mata pelajaran atau disiplin ilmu tertentu. Menurut pandangan tersebut, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini sebenarnya telah ada sejak zaman Yunani kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu dan masih dipakai sampai sekarang. Pada perkembangan selanjutnya kurikulum dipandang sebagai seluruh pengalaman belajar siswa, sebagaimana ditegaskan oleh Ronald C. Doll, yakni “the commonly accepted definition of the curriculum has canged from content of course of study and list of subjects and course to all the experiences which are offered to learnes under the auspices or direction of the school.” Konsep yang ditawarkan oleh Ronald C. Doll ini menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada konsep yang lebih luas.
    J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam bukunya Secondary School Improvement (1971), seperti yang dikutip oleh S. Nasution, menyebutkan bahwa kurikulum itu termasuk metode pembelajaran, cara mengevaluasi siswa dan program pembelajaran, perubahan tenaga pengajar, bimbingan penyuluhan, supervise dan administrasi, alokasi waktu, jumlah ruang dan kemungkinan memilih mata pelajaran. Bahkan Alice Miel dalam bukunya Changing Curriculum a Sosial Process (1946) menyatakan bahwa kurikulum ini meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan pengetahuan dan sikap semua komponen sekolah seperti anak didik, kepala sekolah, guru, pegawai administrasi dan masyarakat. Sedangkan Abdurrahman Al Nahlawi memandang bahwa kurikulum adalah rencana sekolah yang berisi pokok-pokok pembelajaran, tujuan, tingkatan dan apa yang diberikan setiap tahun ajaran, yang dijelaskan pokok-pokok bahasan yang akan disampaikan pada tingkatan atau kelas tertentu dengan melihat tingkat usia anak didik serta berisi tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh anak didik pada tiap pokok bahasan dalam suatu materi pelajaran.
    Kurikulum juga sering dibedakan menjadi dua, yakni kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). George A. Beauchamp menekankan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Sedangkan Robert S. Zais menyatakan bahwa kebaikan kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas.
    Beberapa ahli menilai bahwa konsep kurikulum yang terlalu luas akan membuat kabur, tidak jelas dan tidak fungsional serta sulit untuk dioperasionalkan. Salah satunya adalah  Mauritz Jhonsons, ia mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang sangat luas. Menurutnya pengalaman yang muncul dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya bukan termasuk kurikulum, melainkan pengajaran. Jhonsons  membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa. Hilda Taba juga menyatakan hal yang senada, ia mengajukan konsep kurikulum yang tidak terlalu luas tetapi juga tidak terlalu sempit. Dalam bukunya Curriculum Development Theory and Practice ia mengungkapkan bahwa kurikulum adalah rencana pembelajaran yang berkaitan dengan proses dan pengembangan individu anak didik. Selain itu dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 19 juga ditegaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
    Dari beberapa konsep tersebut, sebagian pendapat menekankan pada isi atau mata pelajaran, sebagian menekankan pada proses atau pengalaman sedangkan pihak yang lain memadukan dua pendapat tersebut dalam artian menekankan pada isi atau mata pelajaran dan juga proses atau pengalaman. Semua pendapat itu bergantung dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
    Selain definisi dan konsep, hal yang tidak boleh dilupakan ketika kita membahas kurikulum adalah komponen apa saja yang menyusunnya. Sebagai suatu sistem, kurikulum tentunya memiliki komponen-komponen penyusun yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Kurikulum memilki empat komponen yang menjadi dasar utama dalam upaya mengembangkan sistem pembelajaran, yakni tujuan, materi, strategi dan evaluasi.
    Tujuan pembelajaran sebagai salah satu komponen dari kurikulum harus mengacu ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yakni berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pada dasarnya tujuan pembelajaran merupakan tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik, dan kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
    Komponen yang kedua, yakni materi pembelajaran atau isi program dalam suatu kurikulum, yang merupakan sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Hamalik, isi kurikulum adalah bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelanggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dari isi program masing-masing bidang studi tersebut. Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenarnya adalah isi kurikulum itu sendiri, atau bisa juga disebut dengan silabus. Silabus diajarkan ke dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan sub pokok bahasan, serta uraian bahan pelajaran itulah yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas oleh guru.
    Komponen lainnya, yakni strategi pembelajaran dalam pelaksanaan suatu kurikulum yang berarti cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran juga mengandung pengertian terlaksananya kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, komponen ini memegang peranan yang sangat penting. Karena bagaimanapun baiknya kurikulum sebagai rencana, tanpa dapat diwujudkan pelaksanaannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Sehingga di sini, guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, materi, siswa dan komponen lain dalam pembelajaran sehingga proses belajar mengajar berjalan efektif.
    Komponen yang terakhir, yakni evaluasi pembelajaran. Menurut B. S. Bloom seperti yang dikutip oleh Daryanto, evaluasi adalah pengumpulan fakta secara sistematis untuk menetapkan bahwa telah terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan tingkat perubahan tersebut. Raph Tyler dan Arikunto menegaskan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah dapat terealisasikan. Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar.
    Selain itu, hal yang juga tak kalah pentingnya dalam kurikulum adalah pengembangan kurikulum. Di sini akan timbul suatu pertanyaan, yakni faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan kurikulum? Menurut Sukmadinata ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu perguruan tinggi, masyarakat dan sistem nilai.
    Perguruan tinggi sebagai salah satu faktor pengembangan kurikulum setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah. Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Karena jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum, dan perkembangan teknologi juga akan mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan di samping perannya sebagai isi kurikulum. Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), seperti IKIP, FKIP dan STKIP. Kurikulum LPTK juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkan.
    Faktor selanjutnya, yakni masyarakat. Masyarakat menjadi salah satu faktor pengembangan kurikulum karena sebagaimana yang kita ketahui, bahwa sekolah juga merupakan bagian dari masyarakat. Sebagai bagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum pun hendaknya mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
    Faktor terakhir, yaitu sistem nilai. Karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan kita tahu bahwa dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sehingga sekolah sebagai salah satu lembaga masyarakat juga bertanggungjawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat. Jadi sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum.
 
Template designed by Liza Burhan